Teluk Gilimanuk, Bali: Flora, Fauna Dan Lingkungan

Selasa, Oktober 27, 2009

Teluk Gilimanuk terletak di pantai barat Pulau Bali, yang langsung berbatasan dengan Selat Bali di sebelah baratnya. Teluk ini merupakan bagian dari Taman Nasional Bali Barat. Teluk ini merupakan perairan dangkal yang setengah tertutup yang sangat baik bagi pertumbumbhan tiga ekosistem pantai yang penting yakni ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang. Di dalam teluk ini terdapat tiga pulau kecil yakni Pulau Kalong, Pulau Burung dan Pulau Gadung. Meskipun statusnya sebagai Taman Nasional namun telah ada indikasi lingkungan ini makin mendapatkan tekanan akibat kegiatan penduduk sekitarnya.

Latar belakang inilah yang mendorong Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) melaksanakan penelitian di teluk ini yang berlangsung dari tahun 2005 hingga 2007. Penelitian ini mencakup ketiga ekosistem: mangrove, lamun dan terumbu karang termasuk biota-biota yang hidup berasosiasi dengannya. Penelitian ini lebih ditekankan pada kondisi flora dan fauna di teluk itu dengan kajian yang lebih terbatas tentang sifat-sifat kimia air setempat.

Hasil penelitian telah dipublikasikan dalam bentuk buku, yang disiapkan oleh 13 orang pakar dengan penyuntingan oleh Husni Azkab, Pramudji, Muswerry Muchtar, dan Agus Budiyanto. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa di Teluk Gilimanuk terdapat sedikitnya 31 jenis tumbuhan mangrove, enam jenis lamun, 161 jenis karang batu, 66 jenis ikan karang, 40 jenis ekinodermata, 19 jenis krustasea, dan 48 jenis moluska. Untuk memudahkan identifikasi jenis, deskripsi diberikan dengan disertai foto-foto berwarna.

Buku ini dapat digunakan sebagai buku panduan lapangan untuk identifikasi jenis-jenis flora dan fauna akuatik yang umum terdapat di Teluk Gilimanuk, yang dapat berguna bagi peneliti, mahasiswa, praktisi lingkungan, dan juga para pengamat yang berminat.

Judul Buku :
Teluk Gilimanuk, Bali: Flora, Fauna dan Lingkungan

Penyunting :
Husni Azkab, Pramudji, Muswerry Muchtar, Agus Budiyanto

Tahun Terbit 2008

Halaman iv + 199 halaman

Penerbit LIPI Press

ISBN 978-979-799-322-1
READ MORE - Teluk Gilimanuk, Bali: Flora, Fauna Dan Lingkungan

Penyelamatan Harta Karun Kendal

Di manakah ikan berumah? Orang akan dengan mudah menjawab di laut, atau lebih umum lagi di air. Tapi di bagian manakah di laut? Banyak yang tidak menyadari atau tidak mengetahui, termasuk kaum nelayan sendiri, Tuhan menciptakan terumbu karang di laut dengan salah satu manfaatnya menjadi semacam tempat tinggal bagi ikan.

Di terumbu karang itulah, yang sebetulnya juga merupakan makhluk hidup yang terbentuk dari binatang-binatang karang atau planula yang telah mengalami proses pengerasan atau pengapuran selama bertahun-tahun, ikan-ikan bertelur dan berbiak. Tidak aneh, dari 1 km2 terumbu karang yang sehat, dapat diperoleh 20 ton ikan yang cukup untuk memberi makan 1.200 orang di wilayah pesisir setiap tahun (Burke et al., 2002).

Beruntunglah nelayan Kendal yang masih memiliki ”harta karun” kawasan terumbu karang seluas 13,7 hektar yang berada di Karang Kelop, Rome-rome, Tandes dan Karang Jahe. Untuk menyelamatkan harta karun itu, pada 11 Oktober 2009 penulis bersama tim dari Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kendal melakukan ”Reef Check Day”.

Lewat Reef Check Day ini, dilakukan penyelaman dan pemantauan terumbu karang yang meliputi 3 (tiga) hal utama, yaitu kondisi substrat, kondisi ikan indikator, kondisi invertebrata indikator, serta dampak aktifitas manusia terhadap terumbu karang.

Dari hasil reef check ini, pihak-pihak terkait seyogianya duduk bersama mendiskusikan tentang masa depan terumbu karang yang merupakan aset dan gantungan hidup bersama. Dalam diskusi, dibedah tentang fakta kerusakan dengan faktor-faktor penyebabnya, kemudian masing-masing sepakat siapa melakukan apa.

Penyebab Kerusakan Secara umum kehidupan terumbu karang Indonesia, memang telah cedera berat, lebih dari 71 persen dari 65.000 km persegi habitat terumbu karang Indonesia dalam kondisi rusak berat.

Padahal dari 1 km persegi habitat terumbu karang yang baik dapat menghasilkan ikan 15-30 ton per tahun. Berdasarkan perhitungan Bank Dunia, Indonesia kehilangan potensi laut Rp 6,5 triliun per tahun gara-gara kehancuran habitat penghuni dasar laut ini.

Inilah kenapa, kerusakan terumbu karang alami yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan proses alam sendiri telah menjadi perhatian serius.

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa kerusakan terumbu karang alami dapat terjadi oleh beberapa sebab di antaranya, aktivitas rekreasi pantai, pengendapan lumpur, penyaluran kotoran ke laut, masuknya nutrien yang melebihi ambang batas serta oleh kelebihan tangkapan ikan suatu perairan (overfishing).

Jika spesies dan kepadatan ikan pemakan algae mengalami penurunan, maka akan berakibat pada pertumbuhan algae yang lebih cepat dan akan menutupi terumbu karang. Merangkul Nelayan Terumbu karang sangat besar perannya sebagai tempat bagi banyak spesies ikan untuk bertumbuh kembang. Menyelamatkan terumbu karang, berarti menjaga ketersediaan ikan bagi kelangsungan kehidupan.

Aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan yang banyak dilakukan nelayan, termasuk nelayan Kendal, diakui mengakibatkan terumbu karang rusak, bahkan mati. Padahal, kerusakan dan matinya terumbu karang merupakan lonceng kematian bagi spesies ikan di dalamnya.

Lihat saja pengakuan Tanoyo (55), nelayan Kendal yang kini ”dirangkul” Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan, adalah satu dari sekian nelayan Kendal yang sekitar 10 tahun lalu menggunakan jaring cantrang untuk mencari ikan.

Dengan jaring cantrang, kakek satu cucu ini mengakui, hasil laut yang diperoleh jauh lebih besar daripada hanya mengandalkan alat tangkap tradisional, seperti pancing rawai.

Nelayan seperti Tanoyo memang tidak paham jika menangkap ikan menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan dapat membahayakan terumbu karang, yang berakibat mengurangi ketersediaan ikan. Bagi mereka, selama hasil tangkapan ikan melimpah, segala cara akan ditempuh.

Kesadaran pentingnya kelestarian terumbu karang yang menjadi ”rumah” bagi ratusan jenis ikan baru timbul sejak Tanoyo dirangkul sebagai ketua kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas).

Perlahan tetapi pasti, Tanoyo paham bahwa mengelola terumbu karang dengan baik dan berkesinambungan menjadi hal penting demi keberlanjutan kehidupan masyarakat Kendal yang mengandalkan hidup dari laut.

Sebagai motivator, kini Tanoyo aktif memotivasi nelayan Kendal untuk menghentikan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan.

Kesadaran akan pentingnya kelestarian terumbu karang ditularkan Tanoyo kepada nelayan lainnya. Ya, kerja keras untuk membangun kesadaran nelayan agar terlibat dalam penyelamatan terumbu karang memang masih panjang. (35)

Joko Suprayoga, PNS di Dinas Peternakan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Kendal

Sumber : Suara Merdeka, edisi 16 Oktober 2009
READ MORE - Penyelamatan Harta Karun Kendal

Indonesia Berbagi Dana Penyelamatan Terumbu Karang

Kapanlagi.com - Indonesia akan berbagi hibah internasional sebesar US$260 juta dengan lima negara lainnya, yaitu Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, dan Kepulauan Solomon untuk menerapkan program penyelamatan terumbu karang.

Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Fredy Numberi, di Jakarta, Kamis (26/2), dari total bantuan sekitar US$260 juta yang dijanjikan, hingga kini sudah US$40 juta yang direalisasikan.

"Sekarang sudah masuk 40 juta (dolar AS). Itu untuk enam negara. Nanti ada hitung-hitungannya, tergantung berapa luas lahan. Kita kontribusi area 10 juta hektar. Negara lain juga kontribusi, kan. Nah, negara lain juga ada (mendapat bagian hibah, red)," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy usai membuka konsultasi informal World Ocean Conference yang diikuti oleh delegasi dari 42 negara.

Upaya penyelamatan terumbu karang seluas 75.000 kilometer persegi dengan dana hibah internasional sebesar 260 juta dolar itu akan dibahas dalam pertemuan puncak 'Coral Triangle Initiative' (CTI).

Konferensi tingkat tinggi CTI tersebut merupakan pertemuan para kepala negara/pemerintahan CTI, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste dan Kepulauan Solomon.

Para pemimpin negara serta dua mitra CTI, yaitu Australia dan AS, akan melakukan pertemuan tingkat tinggi CTI pada 15 Mei 2009, yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan konferensi kelautan se-dunia (World Ocean Conference) yang akan berlangsung di Manado pada 11-15 Mei mendatang.

Dalam kesempatan KTT CTI, para pemimpin enam negara CTI akan mencanangkan pelaksanaan program penyelamatan terumbu karang di negara-negara mereka.

Konferensi kelautan se-dunia atau WOC (World Ocean Conference) 2009 sendiri menurut pihak Departemen Kelautan dan Perikanan akan dihadiri oleh sekitar 500 peserta dari 121 negara.

Di sela-sela WOC, akan digelar beberapa kegiatan sampingan, antara lain simposium internasional mengenai ilmu, teknologi dan kebijakan kelautan yang akan mengadakan 33 sesi di Manado Convention Center dengan diikuti sekitar 1.500 peserta peserta dari seluruh dunia.

Selain itu, juga akan diadakan pameran internasional ilmu, teknologi, dan industri kelautan yang akan diisi sekitar 250 anjungan pameran kelautan dan perikanan serta pekan budaya dan pameran pembangunan yang digelar oleh pemerintah propinsi Sulawesi Utara.

WOC merupakan pertemuan resmi para menteri, pejabat tinggi dan organisasi multilateral dengan tujuan merumuskan kesepakatan dan konvensi menyangkut kebijakan nasional bersama dalam hal pengelolaan laut.

Pada Kamis, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi membuka konsultasi informal WOC dengan agenda memantapkan rancangan Deklarasi Kelautan Manado (Manado Ocean Declaration).

Pada kesempatan itu juga hadir antara lain Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang yang akan menjadi tuan rumah pelaksanaan World Ocean Conference 2009.

Pertemuan informal yang akan berlangsung selama dua hari di Jakarta itu ditargetkan dapat menyelesaikan materi untuk Manado Ocean Declaration yang finalisasinya akan ditentukan kemudian dalam suatu pertemuan tingkat menteri.

Manado Ocean Declaration dianggap perlu ditelurkan dalam upaya menggalang tindakan bersama untuk menanggulangi masalah dampak perubahan iklim terhadap laut yang telah mengancam pembangunan global. (kpl/bun)

Sumber : Kapanlagi.com, edisi 26 Februari 2009

READ MORE - Indonesia Berbagi Dana Penyelamatan Terumbu Karang

PEMANASAN GLOBAL ANCAM 900 SPESIES TERUMBU KARANG

Pemanasan global akan mengancam keberlangsungan hidup sedikitnya 900 spesies terumbu karang di segitiga terumbu karang terbesar di dunia. ''Ini bukan masalah lautnya yang parah. Kalau kena global warming suhu air laut akan naik dan terumbu karang bisa mati,'' ujar Ketua Panitia Nasional World Ocean Conference 2009, Indroyono Soesilo, di Jakarta, pekan lalu.

Indroyono mengatakan, keberlangsungan segitiga terumbu karang terbesar dunia atau coral triangle merupakan hal penting. Ini karena lokasi tersebut dapat dikatakan sebagai 'Hutan Amazon' dasar laut terbesar di dunia.

Badan-badan dunia dan LSM dunia pun menyadari bahwa inisiasi Indonesia untuk menyelenggarakan WOC 2009 pada 11 hingga 15 Mei mendatang di Manado merupakan event penting. Bahkan, United Nations Environmental Program (UNEP) akan mengawal pelaksanaan konfrensi kelautan pertama di dunia tersebut sehingga menghasilkan draft kebijakan terkait kelautan.

''UNEP bahkan akan membuat 'Ocean Day pada Pertemuan Tingkat Tinggi terkait Pemanasan Global, Teknologi, dan Penghijauan di Copenhagen bulan September 2009,'' ujar Indroyono. Matinya terumbu karang di kawasan segitiga terumbu karang terbesar di dunia, akan mengancam sumber daya ikan dunia. Negara-negara yang termasuk dalam kawasan ini adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, dan Kepulauan Solomon.

Karena itu, WOC 2009 yang mengambil tema Ocean and Climate Change dengan topik 'Ocean Impact to Climate Change and The Role of Ocean to Climate Change' diharapkan mampu menghasilkan rancangan strategi yang akan tertuang dalam Manado Ocean Declaration(MOD). Hasil dari WOC 2009 akan ditindaklanjuti dengan Rencana Aksi dan Implementasi, yang akan diusulkan pembentukan World Ocean Forum.

Untuk pelestarian terumbu karang di kawasan segitiga terumbu karang, telah terkumbul dana hibah senilai 250 juta dolar AS. Dari hibah tersebut berasal dari negara maju termasuk Amerika dan Australia serta Global Environment Fund (GEF). Dari total dana hibah tersebut, Indonesia berharap bisa mendapatkan proporsi terbesar yakni lebih dari 50 persen. Hibah tersebut nantinya sebagai modal bagi rencana aksi nasional penyelamatan terumbu karang di kawasan Nusantara. ''Kami berharap bisa mendapat proporsi cukup besar,'' ujar Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi.

Indonesia memiliki luas total kawasan terumbu karang sebesar 85.707 kilometer persegi. Jumlah tersebut terdiri dari jenis penghalang 50.223 kilometer persegi, jenis atol 19.540 kilometer persegi, jenis tepi seluas 14.542 kilometer persegi, dan jenis landas oseanik 1.402 kilometer persegi.

Hasil penelitian Pusat Penelitian Oeseanografi LIPI pada 841 lokasi kawasan terumbu karang di Indonesia, dari jumlah tersebut, sekitar 33,17 persen mengalami kerusakan parah. Dari penelitian tersebut, diketahui pula bahwa 37,34 persen dari total terumbu karang itu juga mengalami kerusakan dengan kondisi buruk. Sedangkan kawasan terumbu karang yang masih dalam kondisi baik tercacat 24,26 persen dan kondisi sangat baik tinggal 5,32 persen saja. fia/ant.

Sumber: www.alpensteel.com

READ MORE - PEMANASAN GLOBAL ANCAM 900 SPESIES TERUMBU KARANG

 
 
 

TENTANG FORKOM

FORKOM KOMUNIKASI MASYARAKAT PENCINTA TERUMBU KARANG merupakan wadah komunikasi diantara masyarakat dalam upaya meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya pelestarian ekosistem terumbu karang, COREMAP dengan komponen penyadaran masyarakat telah berupaya mengkampanyekan berbagai program kepada masyarakat luas. Selengkapnya

TRANSLATE POST

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Forkom Komunitas