PEMANASAN GLOBAL, SEBABKAN POLUTAN BERBAHAYA MUNCUL KEMBALI

Senin, Juli 25, 2011

Pemanasan global menyebabkan bahan kimia berbahaya, yang disebut “Dirty Dozen” termasuk DDT, yang sangat beracun kembali terbebas ke udara dari bongkahan es di lautan Kutub Utara. Temuan ini merupakan hasil penelitian yang dilaporkan dalam jurnal Nature Climate Change.

Dirty Dozen merupakan istilah untuk polutan organik yang gigih (persistent organic pollutants, disingkat POP), bahan kimia berbahaya yang umum digunakan di insektisida dan pestisida, yang sejak tahun 2001 dilarang untuk dipakai.
Bahan-bahan kimia ini terdiri dari molekul yang sangat kuat sehingga alam membutuhkan waktu beberapa dekade untuk menguraikannya. Mereka juga bisa terus berada di rantai makanan, menghadirkan ancaman kesuburan bagi spesies yang berada di puncak rantai makanan. Parahnya, POPs juga tidak larut di air dan lekas menguap sehingga mereka bisa dengan mudah berpindah dari tanah dan air ke atmosfer jika terkena suhu tinggi.

Peneliti mendapati adanya penurunan konsentrasi tiga bahan kimia berbahaya, seperti DDT, HCH, dan cischlordane, di atmosfer sepanjang 1993 sampai 2009. Namun dari data yang sama, peneliti mendapati bahwa adanya peningkatan emisi POP yang sebelumnya sudah terkunci di dalam es di kutub utara. Artinya, secara bertahap dilepaskan kembali ke atmosfer akibat adanya pemanasan suhu di kawasan tersebut.

“Sejumlah POP telah kembali ke atmosfer di atas Kutub Utara akibat perubahan iklim dan kejadian ini dapat menghambat upaya untuk mengurangi terkenanya bahan kimia beracun pada manusia,” kata Jianmin Ma, ketua tim peneliti dari Environment Canada.

Jordi Dachs, peneliti dari Institute of Environmental Assessment and Water Research, menyebutkan bahwa temuan itu merupakan kabar buruk. Akibat pemanasan global, Kutub Utara telah mengalami kerusakan dua sampai tiga kali lebih parah dibandingkan dengan bagian lain di planet ini. "Kutub Utara bisa menjadi pelopor dalam pelepasan POP. Mungkin akan terjadi juga dari tempat penyimpanan lain, termasuk tanah dan laut dalam," kata Dachs.

“Tampaknya, polutan ini akan memengaruhi lingkungan dalam jangka waktu yang lebih panjang dibanding perkiraan sebelumnya,” kata Dachs. “Polutan yang dihasilkan oleh kakek dan nenek kita, yang jadi bukti perusakan lingkungan di masa lalu, kini muncul kembali,” ucapnya.

READ MORE - PEMANASAN GLOBAL, SEBABKAN POLUTAN BERBAHAYA MUNCUL KEMBALI

MASIH BERJUANG MENJADI NEGARA MARITIM

Senin, Juli 18, 2011


Indonesia dengan luas wilayahnya yang sebagian besar lautan, sepantasnya disebut negara maritim. Namun, sebutan negara maritim yang sudah melekat pada masyarakat Indonesia ternyata belum terbukti. Masih banyak yang harus diperbaiki terutama dalam hal eksplorasi kelautan.

Hal ini disampaikan Prof. Jamaludin Jompa dari Coral Reef Rehabilitation and Management dalam forum weekend tentang Konservasi Kelautan Indonesia. "Apa yang menunjukkan kita negara maritim? Penelitian-penelitian kita saja masih terlalu kecil untuk bisa mengetahui potensi maritim yang dimiliki Indonesia," ujar Jamaludin di Newseum, Jakarta, Sabtu (16/7/2011).

Padahal, menurut Jamaludin, Indonesia termasuk ke dalam Coral Triangle, yakni Negara dengan potensi maritim terbesar di dunia. "Di dunia ini, ada tiga besar wilayah yang memiliki potensi maritim terutama terumbu karang terbesar, yakni wilayah Amazon di Amerika, wilayah Congo Basir di Afrika, dan Coral Triangle di Indonesia. Enam puluh persen terumbu karang Indonesia ada di wilayah timur, dengan jumlah lebih dari 500 spesies," jelasnya.

Dr. Yulian Paonganan, Msc, Direktur Indonesia Maritime Institute yang juga hadir dalam forum ini menambahkan, Indonesia memiliki potensi maritim senilai Rp 7 ribu trilyun per tahun. "Angka tersebut bisa didapatkan Indonesia jika potensi maritim dikelola dengan baik. Indonesia adalah negara dengan hasil alam yang besar, namun tidak bisa mengolahnya. Hampir 90 persen potensi migas kita dikelola asing. Bahkan mungkin tidak banyak yang tahu kalau Raja Ampat adalah penghasil nikel terbesar di dunia. Kapal Sinar Kudus yang dibajak kemarin juga membawa nikel Indonesia senilai Rp 6,5 trilyun, padahal baru berupa kapal kecil," ujarnya.

Yulian menambahkan, sayangnya pelaksanaan konservasi kelautan Indonesia masih berbentuk parsial. "Indonesia masih terkotak-kotak dengan desa, kecamatan, kabupaten, padahal pengelolaan sumber daya alam harus terintegrasi, bukan parsial. Contohnya, apa yang dilakukan di gunung, akan berpengaruh di laut. Tapi tidak banyak masyarakat atau aparat pemerintah yang tahu sampai sejauh ini," tambahnya.

Irwan Mulyawan dari Ikatan Sarjana Kelautan, dalam forum ini menambahkan, masalah otonomi memang menjadi salah satu masalah maritim di Indonesia. "Hal-hal yang menyebabkan Indonesia masih jauh dari istilah negara maritim adalah karena tumpang tindihnya masalah otonomi. Para pejabat di daerah masih belum bersinergi untuk mengelola kelautan secara bersama-sama. Selain itu, belum adanya pendanaan khusus untuk pengelolaan. Tapi pengelolaan juga butuh penelitian dan penelitian ini masih sangat minim karena belum ada indikator yang efektif untuk mengukur keseimbangan ekologi," ujar Irwan.

Prof. Jamaludin juga menyampaikan bahwa masalah utama sulitnya Indonesia menjadi negara maritim adalah masalah penelitian. "Kemampuan riset dan teknologi Indonesia masih jauh dari negara lain. Maritim Indonesia masih terlalu misteri untuk dikelola dengan mudah. Indonesia banyak mengalami pencurian karena penelitian yang kurang. Kita tidak tahu bahwa potensi alam kita sudah dicuri oleh negara lain karena pengetahuan kita akan kekayaan laut sangat kurang. Oleh karena itu, masalah fundamental yang harus dibenahi sekarang ini adalah memahami kekayaan laut Indonesia," jelas Jamaludin.

Sementara Yulian menambahkan, Indonesia juga sering melakukan penelitian yang tidak berkelanjutan. "Banyak penelitian yang tidak berkelanjutan. Padahal hasil penelitian harus berupa aplikator agar bisa dipakai untuk eksplorasi. Namun kenyataannya, berapa banyak penelitian mahasiswa yang berhenti setelah mendapat gelar sarjana? Bagaimana dengan pembangunan dermaga yang masih setengah jadi sudah ditinggalkan? Contoh-contoh seperti ini harus menjadi perhatian. Aktivis, akademisi, dan penentu kebijakan di Republik ini harus nyambung. Ketiga elemen ini harus bekerja sama agar penelitian bisa berkelanjutan, diaplikasikan, sekaligus diawasi," ungkapnya.

Prof. Jamaludin mengungkapkan bahwa CTI (Coral Trader Inisiative) bisa diberlakukan di Indonesia. "Seharusnya sebagai wilayah dalam Coral Triangle, Indonesia bisa menjual terumbu karang lebih banyak, namun sekali lagi, hanya apabila dikelola dengan baik. Ada lima hal yang harus diperhatikan agar kita berhasil dalam CTI, yakni bentang laut dikelola secara bersama-sama, bukan per desa atau per kabupaten karena laut merupakan satu kesatuan.

Kedua, Indonesia harus lebih paham isi laut sebelum mengelola ekosistem. Ketiga, kelola kawasan konservasi laun dalam konteks networking (peneliti-aktifis-penentu kebijakan-pebisnis-masyarakat). Keempat adanya kesadaran bahwa spesies harus segera diperbaiki karena keragaman genetika adalah masa depan populasi manusia.

Terakhir, Indonesia harus peduli bahwa perubahan iklim sudah terjadi di laut Indonesia, misalnya dengan terjadinya coral bleaching di mana warna terumbu karang berubah karena polusi sehingga sulit untuk dijual.

Sumber : Kompas Indonesia

READ MORE - MASIH BERJUANG MENJADI NEGARA MARITIM

SAMPAH PLASTIK ANCAM KEHIDUPAN PAUS

Kamis, Juli 14, 2011

Jutaan ton sampah plastik yang dibuang ke laut tiap tahunnya menghadirkan ancaman serius bagi paus. Detail dari kesimpulan itu akan diungkapkan dalam sebuah forum kelautan internasional yang berlangsung pada 11 hingga 14 Juli 2011 di Jersey, Inggris.

Sebagai contoh, pada 2008, dua paus sperma yang terdampar di pesisir California, AS, memiliki 205 kilogram jaring ikan dan serpihan sampah plastik dalam tubuhnya. Seekor di antaranya memiliki perut yang rusak. Seekor lainnya, dalam kondisi kelaparan, memiliki banyak sampah plastik yang menghalangi saluran pencernaannya.

Tujuh paus sperma yang terdampar di selatan Italia pada tahun 2009 juga didapati telah menelan kail, tali, dan obyek-obyek plastik lainnya. Seekor paus lain, yang ditemukan tewas di perairan Perancis pada 2002, bahkan telah menelan hampir satu ton sampah, termasuk kantong plastik dari dua supermarket terkenal di Inggris.

"Paus Cuvier di kawasan utara Atlantik tampaknya yang paling sering didapati menelan dan mati karena kantong plastik," kata Mark Simmonds, anggota Scientific Committee of the International Whaling Commission (IWC) yang menuliskan laporan tersebut.

Sayangnya, peneliti kesulitan untuk memastikan seluruh populasi paus yang terancam oleh masalah ini. "Di banyak kawasan di dunia, bangkai paus yang terdampar tidak dicatat dan diperiksa. Sayangnya, di kawasan tempat paus yang terdampar dicatat, pemeriksaan terhadap benda-benda yang ditelan jarang dilakukan," kata Chris Parsons, biolog kelautan dari George Mason University, Virginia, AS.

Para pakar menyebutkan, sebagian besar paus yang mati akibat menelan sampah atau alat-alat penangkap ikan umumnya tenggelam ke dasar laut.

Meski jarang didata, terdapat bukti-bukti bahwa sampah plastik di laut bisa membahayakan paus. Peneliti menyebutkan bahwa bukti-bukti ini perlu segera diselidiki lebih lanjut.

"Kami belum mengetahui sampah laut berada di peringkat berapa dalam daftar ancaman dibandingkan ancaman lain. Namun, dengan semakin banyaknya sampah di samudra, sampah plastik akan menjadi ancaman yang semakin besar," kata Simmonds.

READ MORE - SAMPAH PLASTIK ANCAM KEHIDUPAN PAUS

RAHASIA PAUS MASIH SELAMAT DARI KEPUNAHAN

Kolaborasi antara peneliti dari University of California in Berkeley (UCB) dan Smithsonian Institution menemukan bahwa paus abu-abu berhasil melewati siklus pemanasan global dan pendinginan global di masa lampau karena mereka mengubah pola makan. Saat kehidupan mereka terancam, hewan ini menyantap makanan yang lebih bervariasi daripada biasanya. Ini membuat mereka mampu bertahan hidup dan terhindar dari kepunahan seperti banyak spesies hewan lain.

Dari penelitian, diperkirakan paus abu-abu (Eschrichtius robustus) telah menggunakan taktik pengubahan pola makan ini selama beberapa juta tahun belakangan. Meski bukti-bukti langsung yang didapat hanya mencakup 120.000 tahun terakhir, peneliti yakin kesimpulan ini berlaku pula di masa sebelumnya.

Sebagai informasi, makanan asli paus abu-abu adalah cacing dan sejenis amphipods yang tinggal di dasar laut. Namun, kini hewan itu mulai memakan krill dan ikan haring, sama seperti paus balin. "Strategi ini terbukti berhasil membuat mereka berevolusi dan bertahan terhadap pemanasan global," kata David Lindberg, biolog dari UCB.

Temuan ini merupakan kabar gembira bagi paus abu-abu yang tampak memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap evolusi dibanding perkiraan sebelumnya.

"Ini bisa membuat mereka melewati perubahan iklim yang diprediksi akan terjadi dalam beberapa abad ke depan yang ditandai dengan kenaikan ketinggian air laut sebanyak beberapa meter," kata Nicholas Pyenson, kurator dari Smithsonian Institution. "Kelihatannya, paus abu-abu akan menjadi salah satu spesies yang akan berhasil melewati perubahan iklim yang akan datang," ucap Pyenson.

READ MORE - RAHASIA PAUS MASIH SELAMAT DARI KEPUNAHAN

PERUBAHAN IKLIM MENGUBAH EKOSISTEM

Perubahan iklim membuat perubahan besar dalam ekosistem, seperti perubahan siklus hidup tumbuhan dan hewan dan peningkatan level permukaan laut. Demikian hasil penelitian yang disampaikan oleh Patrick Gonzales, US National Park Service dalam presentasi "Discovering Ways to Vulnerable Ecosystems Adapt to Impacts of Climate Change" pada 2011 Indonesian-American Kavli Frontiers of Science Symposium, Sabtu (9/7/2011) di Bogor.

Ia menjelaskan, perubahan iklim menggeser waktu vegetasi berbunga serta migrasi hewan. Peristiwa-peristiwa secara tidak langsung memengaruhi siklus hidup tumbuhan dan hewan, dan pada akhirnya, memengaruhi kelangsungan ekosistem.

"Indikasi dari perubahan iklim juga terdeteksi menggandakan kematian pohon di Amerika Serikat selama 1955 hingga 2007," jelasnya. "Dampak besar lainnya, kenaikan temperatur dan ketinggian permukaan laut," tambah Gonzales.

Penelitian Gonzales mengamati berbagai wilayah di seluruh dunia ini. Pada sejumlah area yang ekosistemnya mengalami perubahan besar, menurutnya, "Lebih terkait karena faktor perubahan iklim daripada faktor-faktor lain."

Riset ini, menurut Gonzales, diharapkan dapat menyediakan informasi dan data yang bisa dipakai sebagai rujukan dalam mengelola metode-metode adaptasi terhadap perubahan ini. "Saat tidak memungkinkan lagi, relokasi diperlukan," katanya.

READ MORE - PERUBAHAN IKLIM MENGUBAH EKOSISTEM

DUA KERANG RAKSASA DITEMUKAN DI SULAWESI

Konservasi Taman Laut Kima Toli-toli Kerang raksasa langka spesies Tridacna rosewateri yang ditemukan di perairan Sulawesi Tenggara oleh pihak Konservasi Taman Laut Kima Toli-Toli, beberapa waktu lalu. Selain T rosewateri, ditemukan juga Tridacna tevoroa. Kedua jenis kima ini sebelumnya tidak tercatat hidup di perairan Indonesia.

Dua spesies kerang raksasa alias kima langka ditemukan di perairan Sulawesi Tenggara. Jika terverifikasi, maka temuan ini menjadikan Indonesia satu-satunya negara tempat habitat hidup kesembilan spesies kima di dunia.

Kedua spesies baru itu adalah Tridacna tevoroa dan Tridacna rosewateri yang ditemukan dan diidentifikasi oleh kelompok swadaya Konservasi Taman Laut Kima Toli-Toli di Kecamatan Lalonggasumeeto, Konawe, Sulawesi Tenggara.

Sementara itu, jenis kima yang selama ini diketahui hidup di perairan Indonesia adalah Tridacna gigas, T maxima, T derasa, T squamosa, T crocea, Hippopus-hippopus, dan Hippopus porcellanus. Ketujuh jenis kima itu masuk kategori satwa yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999.

"Kami sebenarnya menemukan kedua kima sejak memulai konservasi setahun lalu. Awalnya kami pikir keduanya jenis yang sudah ada. Namun, setelah diamati saksama, ternyata ciri-ciri fisiknya berbeda," kata Habib Nadjar Buduha, Ketua Konservasi Taman Laut Kima Toli-toli, Minggu (3/7/2011).

Setelah melakukan riset melalui berbagai sumber internet dan publikasi penelitian ahli kelautan dunia, Habib menyimpulkan, ciri kedua kima serupa dengan spesies Tridacna tevoroa dan Tridacna rosewateri. Selama ini, T tevoroa hanya ditemukan di Kepulauan Fiji dan Tonga di Pasifik. Adapun T rosewateri hanya ditemukan di Mauritius dan Madagaskar. Belum tahu bagaimana mereka bisa ditemukan di perairan Sulawesi.

Kima merupakan kerang laut besar. Ukurannya bervariasi, mulai dari sekepal tangan orang dewasa hingga sepanjang 1,3 meter dan berat 250 kg. Populasi kima kian langka akibat perburuan besar-besaran sebagai makanan dan hiasan.

READ MORE - DUA KERANG RAKSASA DITEMUKAN DI SULAWESI

MENULIS DI BLOG HARUS PUNYA ETIKA

Jumat, Juli 01, 2011


Di dunia internasional sejak tahun 2003 sampai sekarang, masih belum tercapai kesepakatan mengenai apa saja yang termasuk etika dalam menulis blog. Namun menulis di blog haru hati-hati karena terkait ranah etika erat kaitannya dengan moral dan beririsan dengan ranah hukum. Demikian dikatakan Blogger Risa Amrikasari, yang juga seorang penulis dan Konsultan HAKI pada acara Blogilicious RoadBlog yang diselenggarakan oleh idblog network di Gedung Telkom Datel Jakarta Selatan.

Pada kesempatan itu, Risa Amrikasari mengajak para Blogger yang hadir untuk bersepakat mengenai apa saja yang harus dijadikan aturan secara etika dalam mengekspresikan kebebasan berpendapat dan berpikir melalui media online. "Kalau saya sebagai pembicara 'mengatur' para Blogger harus begini dan begitu dalam menulis, tak akan ada hasilnya. Tetapi kalau dengan cara berdiskusi dan bersepakat, keluar dari ruangan ini akan ada kesepakatan setidaknya dari para Blogger yang hadir di sini untuk sama-sama menjunjung dan membudayakan etika menulis di blognya masing-masing," ujar Risa.

Sesi begitu dinamis dan para Blogger berlomba-lomba memberikan masukan yang ditampung oleh Risa melalui catatan oleh moderator. Di akhir sesi, tercapailah "12 Butir Kesepakatan Membudayakan Etika Menulis Blog" yang telah dirangkum. Peserta yang berjumlah sekitar 100 orang pun menandatangani lembar kesepakatan yang telah dibuat oleh Risa, lengkap dengan nama dan alamat blog masing-masing.

Ke-12 butir kesepakatan tersebut adalah :

1. Menghargai dan menjunjung tinggi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dengan menghindari plagiarisme, pembajakan, dan selalu mencantumkan sumber setiap kali mengutip karya orang lain.

2. Tidak mendiskreditkan pihak lain dan selalu berkomitmen untuk menulis secara proporsional.

3. Tidak menampilkan tulisan atau gambar yang mengandung unsur pornografi.

4. Selalu berbagi pengetahuan dan kebaikan melalui blog masing-masing.

5. Tidak berprasangka dan hanya menulis berdasarkan fakta yang diyakini bisa dibuktikan serta tetap dengan menjunjung tinggi etika kesopanan dalam menulis.

6. Tidak melakukan spamming melalui kolom komentar.

7. Tetap menjaga kesopanan dan rasa saling menghormati dalam memberikan komentar pada blog yang dikunjungi.

8. Tidak melakukan hack pada website atau blog lain.

9. Tidak menampilkan tulisan atau gambar yang mengandung unsur SARA.

10. Menggunakan bahasa yang baik dalam menulis.

11. Tetap menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dalam menulis tetapi tidak melanggar hak-hak orang lain.

12. Bersedia meralat informasi yang telah ditulis dalam blog jika di kemudian hari terdapat kesalahan dalam memuat tulisan di blog.http://www.blogger.com/img/blank.gif

Munculnya berbagai komunitas blog pun membuat kekuatan blogger dalam menyuarakan pesan mereka secara online tak diragukan lagi. Bahkan blog yang dimanfaatkan sebagai media publikasi tulisan-tulisan yang sifatnya akademik maupun ilmiah, telah banyak dijadikan rujukan bagi berbagai penelitian.

Layaknya sebuah tulisan yang bisa diakses dan dibaca oleh semua pengguna internet di seluruh, tentunya dalam menulis blog diperlukan juga aturan-aturan yang menyangkut etika dalam berkomunikasi online. Beberapa tahun belakangan ini, untuk meningkatkan kualitas blog dan tulisan para blogger itu sendiri, ada beberapa aturan baik tertulis maupun tak tertulis. (Mun/A-147)***

Sumber: Pikiran Rakyat online, 01 Juli 2011
READ MORE - MENULIS DI BLOG HARUS PUNYA ETIKA

 
 
 

TENTANG FORKOM

FORKOM KOMUNIKASI MASYARAKAT PENCINTA TERUMBU KARANG merupakan wadah komunikasi diantara masyarakat dalam upaya meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya pelestarian ekosistem terumbu karang, COREMAP dengan komponen penyadaran masyarakat telah berupaya mengkampanyekan berbagai program kepada masyarakat luas. Selengkapnya

TRANSLATE POST

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Forkom Komunitas