INDONESIA TUAN RUMAH FESTIVAL LAUT INTERNATIONAL

Jumat, September 30, 2011


INDONESIA yang merupakan negara kepulauan terbesar nomor dua di dunia dipercaya menjadi tuan rumah Perayaan Festival Laut 2011 atau dikenal dengan Celebrate the Sea (CTS) Festival 2011. Menurut Direktur Jenderal Pemasaran Pariwisata Kementerian Budaya dan Pariwisata, Sapta Nirwandar, CTS Festival merupakan event kompetisi pencitraan bawah laut terbesar di kawasan Asia Pasifik setelah Mondial de I'image Sous Marine (festival foto bawah air dunia) yang diselenggarakan setiap tahun di Marselle Perancis.

"Melalui penyelenggaraan Celebrate the Sea Festival 2011 kami ingin mempromosikan keindahan dan kekayaan laut Indonesia ke seluruh dunia," kata Sapta, Sabtu (24/9), di Manado, Sulawesi Utara.

Kota Manado, Sulawesi Utara, menjadi pilihan penyelenggaraan event tahunan berskala internasional ini. Acara dimulai selama tiga hari di Sintesa Peninsula Hotel pada 23 September dan berakhir besok malam, 25 September 2011. Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Sarundajang, dijadwalkan akan membuka CTS Festival 2011 nanti malam.

Penyelenggaraan CTS Festival 2011 sendiri diharapkan menjadi ajang utama bagi Indonesia mempromosikan konservasi, wisata bahari, serta memberikan pendidikan dan hiburan. Ajang ini ditujukan untuk menciptakan kesadaran yang lebih besar terhadap lingkungan laut Indonesia. Acara yang dimotori Kementerian Budaya dan Pariwisata bekerjasama dengan Ocean Environment Australia ini diikuti lebih dari 25 negara di seluruh belahan dunia.

Pada penyelenggaraan CTS Festival 2011 digelar serangkaian acara, antara lain, forum konservasi laut, festival film bawah air, lomba foto bawah air internasional, lomba seni, forum serta seminar samudera dengan mengundang para tokoh kelautan dunia, hingga Gala Award Ceremony.

Para pembicara tokoh kelautan dunia yang hadir di antaranya National Geographic Explorer yang juga penemu bangkai Kapal Titanic, Emory Kristof; sineas Deep Sea and Coral Reef Eden IMAX 3D, Howard dan Michele Hall; Pengajar National University of Singapore, Chou Loke Ming; Penasehat Senior, Indonesia Marine Program, Mark Erdmann; penulis Richest Reefs Indonesia, Beneath Bunaken, Ocean Geographic, Michael AW; penulis Essential Digital Underwater Photography, Mathieu Meur; penjelajah dan wartawan foto bawah air, Steve Jones; Pemimpin Redaksi Ocean Geographic, Joe Moreira; fotografer bawah air Indonesia, Ronny Rengkung; dan ahli dan pelestari hiu dari Australia, Valerie Taylor.


READ MORE - INDONESIA TUAN RUMAH FESTIVAL LAUT INTERNATIONAL

FOTOGRAFI BAWAH LAUT HARUS MAMPU MEMOTRET MASALAH KONSERVASI

Rabu, September 28, 2011


Banyak fotografer dunia yang menekuni fotografi bawah laut belakangan ini. Memang tak mengherankan sebab pesona bawah laut menjanjikan banyak objek menarik bagi para fotografer. Namun, dengan adanya beragam masalah kelautan, fotografer dituntut untuk tidak hanya mampu memotret keindahan tetapi juga memotret permasalahan yang terjadi.

Michael AW, fotografer bawah laut kawakan yang juga founder festival Celebrate The Sea (CTS) mengatakan, "Banyak fotografer yang memotret bawah laut sekarang. Orang biasa pun ada walau pada tempat yang tidak terlalu dalam. Hasilnya bagus, tapi banyak yang tidak menyajikan masalah," katanya ketika ditemui di CTS, Sabtu (24/9/2011) lalu.

Fotografer bawah laut harus mengerti masalah konservasi, demikian dikatakan Michael. Menurutnya, fotografi bawah laut tidak bisa hanya menyajikan keindahan makhluk bawah laut semata, tetapi juga menampilkan sisi buram kehidupan laut akibat tekanan manusia yang mungkin tak banyak disadari.
 
Untuk bisa melakukannya, Michael yang juga direktur funding OceaNEnvironment mengatakan, "Fotografer harus punya passion pada skill-nya. Lewat foto, mereka harus mengkomunikasikan kebenaran. Jika buruk, maka katakanlah buruk. Dan jika baik, katakanlah baik dan tak perlu membuatnya kelihatan lebih baik.

Michael melanjutkan, CTS adalah ajang untuk memberi penghargaan bagi fotografer bawah laut. Lewat CTS, diharapkan makin banyak fotografer yang mampu menghasilkan foto berkualitas dari segi pesan sehingga foto pun bisa memberi pengaruh bagi masyarakat luas. Ia juga mengharapkan harus ada semakin banyak pula fotografer Indonesia yang mampu melakukannya, sebab baik pesona maupun permasalahan kelautan banyak terjadi di negara ini.


READ MORE - FOTOGRAFI BAWAH LAUT HARUS MAMPU MEMOTRET MASALAH KONSERVASI

INDONESIA BUTUH MINIMAL 45 TAKSONOM KELAUTAN

Rabu, September 21, 2011


Penyelam menikmati alam bawah laut perairan Pulau Sanghiang, Serang, Banten, Sabtu (10/4). Pesona terumbu karang yang masih cukup baik di perairan tersebut menarik wisatawan bahari dari wilayah Jabodetabek untuk menyelam pada akhir pekan.

Indonesia merupakan salah satu pusat biodiversity atau keanekaragaman hayati dunia, salah satunya ditandai dengan besarnya jenis spesies di laut. Namun berapa spesies yang sebenarnya ada di laut Indonesia dan apa saja? Pertanyaan ini perlu dijawab dengan inventarisasi keanekaragaman hayati laut itu sendiri.

Prof Dr Suharsono, Ketua Masyarakat Taksonomi Kelautan Indonesia, yang juga peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, untuk mampu menginventarisasi keragaman hayati itu, kebutuhan utamanya adalah taksonom kelautan. Sayangnya jumlha taknsonom kelautan di Indonesia masih sangat minim.

"Dibutuhkan minimal 45 taksonom kelautan. Tiap kelas dalam satu taksa harus ada yang menangani. Idealnya dalam satu ordo ada satu taksonom," kata Suharsono dalam Kongres dan Seminar Taksonomi Kelautan Indonesia I yang berlangsung hari ini, Selasa (20/9/2011) di Jakarta.

Sejumlah taksonom tersebut diharapkan mampu meneliti beragam taksa makhluk hidup laut, seperti bakteri, firaminifera, porifera, crustacea, mollusca, echinodermata, coelenterata dan beragam jenis tumbuhan laut serta mangrove. Menurut Suharsono, masih banyak biota laut yang kini masih belum diteliti.

"Bakteri laut ini sudah banyak yang meneliti tetapi secara taksonomi belum banyak. Algae juga masih sedikit. Jenis Bryozoa dan Cetacea juga masih belum banyak," katanya.
Suharsono menjelaskan, beberapa strategi tengah dirancang untuk memenuhi kebutuhan taksonom. Salah satunya lewat edukasi. Institut Pertanian Bogor (IPB), kata Suharsono, tahun ini mulai menyelenggarakan jurusan taksonomi setelah mendapat lampu hijau dari DIKTI.

Strategi lain yang ditempuh adalah advokasi pada pemerintah untuk membangun reference collectionkelautan, membentuk jaringan taksonomi dengan memanfaatkan universitas yang ada, kerjasama dengan lembaga internasional serta melakukan ekepedisi.

"Ke depan taksonom Indonesia harus jadi author dalam penamaan spesies. Saat ini banyak yang terlibat penelitian taksonomi tetapi belum menjadi author," kata Suharsono. Menjadi author berarti nama taksonom tercantum dalam nama spesies, seperti Linnaeus yang diterakan pada banyak spesies.

Saat ini, jumlah peneliti Indonesia yang terlibat dalam penelitian taksonomi adalah 20-30an. Namun, hanya 3 peneliti yang bisa dikatakan sebagai taksonom. Peluang menjadi taksonom di negeri yang kaya akan keanekaragaman hayati ini masih sangat besar.


READ MORE - INDONESIA BUTUH MINIMAL 45 TAKSONOM KELAUTAN

SOSOK IKAN PREDATOR YANG HIDUP 375 JUTA TAHUN YANG LALU

Selasa, September 20, 2011

Fosil ikan predator Laccognathus embryi.

Kurator pada Academy of Natural Sciences di Philadelphia, Amerika Serikat, Edward Daeschler, Selasa (13/9/2011), menyampaikan hasil analisis terhadap fosil Laccognathus embryi, fosil ikan predator yang ditemukan 10 tahun lalu di perairan Amerika Utara.

"Saya tidak akan berenang atau melintasi di dekat ikan itu bersembunyi," kata Daeschler. Fosil menunjukkan panjang ikan 1,5-1,8 meter, dengan kepala yang melebar, mata kecil, rahang kuat, dan gigi tajam.

Daeschler menganalisis, jenis ikan ini bersembunyi di lantai dasar perairan untuk menanti mangsa. Ikan tersebut diperkirakan hidup 375 juta tahun lalu di sekitar Pulau Ellesmere, Arktik, Kanada. Di kawasan tersebut pernah ditemukan fosil Tiktaalik roseae, transisional dari hewan darat menjadi ikan di perairan.

"Keduanya sama-sama predator dan bersaing untuk mendapatkan mangsa," kata Jason Downs, yang juga penulis di Academy of Natural Sciences. Paparan Daeschler ini menjadi puncak analisis terhadap temuan fosil Laccognathus embryi tersebut.

Sumber : LIVE SCIENCE



READ MORE - SOSOK IKAN PREDATOR YANG HIDUP 375 JUTA TAHUN YANG LALU

REALITAS IKLIM 24 JAM DI DUNIA


The Climate Reality Project yang didirikan mantan Wakil Presiden AS, Al Gore, menyelenggarakan kampanye tentang realitas krisis iklim secara global dalam 24 jam.
Setiap satu jam akan dilakukan presentasi. Secara total, presentasi ini dilakukan oleh 24 presenter, di 24 zona waktu, dalam 13 bahasa, dengan 1 pesan utama.

Para penyaji akan melakukan presentasi dengan wahana multimedia yang dibuat oleh Al Gore. Mereka akan mengungkap realitas krisis iklim ekstrim yang mereka alami, berupa bencana-bencana seperti banjir, kekeringan, dan badai.

Juga akan diungkapkan apa kaitan antara bencana tersebut dengan polusi akibat aktivitas manusia yang telah mengakibatkan perubahan iklim. Semua presentasi akan dilakukan tepat pukul 19.00 waktu setempat.

Rantai presentasi tersebut dimulai dari Mexico City, Meksiko, Boulder di Colorado, AS, Victoria (Australia), Kotzebue (Alaska), Polinesia (di bawah Perancis), Hawai (AS), Tonga di Laut Pasifik Selatan, Auckland (Selandia Baru), Pulau Solomon, Canberra (Australia), Seoul (Korea Selatan), Beijing (China), dan di urutan ke-13 adalah Jakarta.

Di Jakarta, presentasi dilakukan oleh Charles Wirawan yang telah bergabung dengan The Climate Reality Project Indonesia sejak tahun 2009, dulu namanya adalah The Climate Project.
Sejak Al Gore menyajikan film The Inconvenient Truth tahun 2006, sejak itu pula muncul kontroversi apakah perubahan iklim benar terjadi. Untuk itu, The Climate Reality Project menjawabnya dengan presentasi tersebut. Di lokasi -lokasi tempat presentasi dilangsungkan, memang sungguh terjadi dampak dari krisis iklim.

Jakarta misalnya, merupakan lokasi yang sering dilanda banjir yang semakin lama semakin parah, sementara Beijing kini semakin terancam oleh krisis air. Sementara sekitar 30 juta penduduk China diperkirakan pada tahun 2020 harus menjadi pengungsi akibat krisis air.
Presentasi 24 jam global ini, akan membuka mata warga dunia tentang realitas terjadinya krisis iklim. "Pihak-pihak yang menyangkal terjadinya krisis iklim memang memiliki uang, namun kami memiliki realitas," ungkap Presiden dan Direktur Eksekutif The Climate Reality Project Maggie L Fox.

Sementara Al Gore menegaskan, dalam krisis iklim tidak ada batas politik. Badai yang mengerikan dan panas yang mematikan terjadi dengan frekuensi tinggi di seluruh dunia. Pertanyaan satu-satunya adalah seberapa cepat kita bisa beraksi? (The Climate Reality Project/Brigitta Isworo Laksmi)


READ MORE - REALITAS IKLIM 24 JAM DI DUNIA

DR. MOHAMMAD KASIM MOOSA DIBERI PENGHARGAAN LIPI

Rabu, September 14, 2011


Dr. Kasim Moosa

Mungkin tak banyak yang tahu nama Mohammad Kasim Moosa di Indonesia. Padahal namanya mentereng di kalangan ilmuwan biologi kelautan. Setidaknya dua artikel Kasim Moosa dan kawan-kawannya sesama peneliti biologi kelautan, terpublikasikan di jurnal ilmiah bergengsi Nature.

Kasim Moosa menjadi salah satu penemu Coelancanth, ikan purba yang sebelumnya diduga telah punah sejak masa Cretaceous, 65 juta tahun lalu.

Sebelum penemuan pertamanya di perairan Afrika Selatan tahun 1938, Coelancanth atau ikan berahang dianggap para ilmuwan telah punah. Kemudian diketahui ikan ini berhabitat di perairan Kepulauan Komoro, Samudera Hindia. Hingga pada tahun 1998, nelayan di perairan Manado, Sulawesi Utara, menemukan ikan yang oleh penduduk lokal setempat dinamakan ikan raja. Ikan itu secara fisik mirip dengan Coelancanth yang ada di Kepulauan Komoro.

Kasim Moosa bersama dua koleganya, Mark Erdmann dan Roy L Caldwell, mempublikasikan penemuan tersebut di Nature dengan judul artikel "Indonesian "king of the sea" Discovered.

Kasim Moosa adalah ilmuwan biologi kelautan LIPI, yang dianggap mengangkat reputasi lembaga ilmiah tertua dan terbesar di Indonesia itu di mata internasional.

Ilmuwan kelahiran Jakarta 25 Februari 1937 itu, dianugerahi penghargaan Sarwono Prawirohardjo X oleh LIPI. Penghargaan Sarwono Prawirohardjo ini merupakan ajang tahunan, dalam rangka puncak perayaan ulang tahun LIPI pada 23 Agustus.

Penghargaan ini mengambil nama Ketua LIPI pertama almarhum Prof DR Sarwono Prawirohardjo.

Senin (22/08/2011) ini Kasim Moosa tak sendiri mendapatkan penghargaan. LIPI juga menganugerahkan penghargaan yang sama terhadap mantan Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Prof DR Haryono Suyono.

Ketua LIPI Prof DR Lukman Hakim, mengatakan, kepakaran Kasim Moosa dalam biologi kelautan sungguh sangat dibutuhkan Indonesia sebagai negara maritime.

"Ketekunannya dalam meneliti biota laut diturunkan kepada peneliti-peneliti muda maupun murid-muridnya di Universitas Indonesia maupun Universitas Nasional," kata Lukman.

Kasim menyelesaikan program pendidikan pascasarjana hingga doctoral di Paris, Perancis. Kasim Moosa meraih gelar doktor di Universite Pierre et Marie Curie tahun 1986.

Lebih dari 73 jurnal ilmiah dia hasilkan, termasuk tiga di antaranya yang dipublikasikan di Nature. Kasim Moosa juga tercatat sebagai penemu tiga family, 11 genera, 45 spesies dari kepiting dan stomatopoda. Dia juga yang pernah menginformasikan adanya ikan fosil hidup di Biak, Papua.

READ MORE - DR. MOHAMMAD KASIM MOOSA DIBERI PENGHARGAAN LIPI

TERUMBU KARANG DIPERKIRAKAN MUSNAH 30 TAHUN KE DEPAN


Perubahan iklim, penyebaran zat kimia berbahaya di laut yang disertai oleh penangkapan ikan berlebih, pembangunan di kawasan pesisir pantai, dan juga polusi, akan menghancurkan terumbu karang setidaknya dalam waktu 30 tahun ke depan.

Sebagai gambaran, bleaching, atau kasus memutihnya terumbu karang dari aslinya yang berwarna warni cerah akibat perubahan iklim yang terjadi di Samudera India pada tahun 1998 lalu telah menghancurkan 16 persen terumbu karang dunia dalam waktu beberapa pekan saja.

“Kita telah menghapus banyak spesies dalam beberapa tahun belakangan. Namun kali ini, untuk pertama kalinya kita akan benar-benar mengeliminasi seluruh ekosistem,” sebut Peter Sale, ekolog kelautan dari United Nations University dalam bukunya Our Dying Planet: An Ecologist’s View of the Crisis We Face yang baru dipublikasikan.

Meski hanya menguasai luas sebesar 0,1 persen dari seluruh kawasan samudera, namun terumbu karang merupakan bagian yang sangat penting karena keanekaragaman mereka yang sangat luar biasa, jauh lebih kaya dibandingkan dengan keanekaragaman makhluk hidup di hutan hujan.

Sayangnya, terumbu karang juga sangat ringkih, dan sedikit pun perubahan yang terjadi di samudera akan menyebabkan ganggang yang merupakan makanan karang tersebut menjadi musnah. Dan meski ada mikroorganisme karang kecil yang mampu bertahan akibat kehancuran total terumbu karang, hilangnya terumbu karang seringkali menjadi sinyal akan timbulnya kejadian pemusnahan massal. “Hilangnya spesies yang saat ini terjadi dalam berbagai sisi sama dengan kejadian pemusnahan massal yang terjadi di masa lalu,” ucap Sale.  

READ MORE - TERUMBU KARANG DIPERKIRAKAN MUSNAH 30 TAHUN KE DEPAN

CAPIT KEPITING JANTAN LEBIH SEKSI

Selasa, September 13, 2011

  

Capit kepiting merupakan alat mencari mangsa sekaligus pertahanan untuk bersaing dengan kepiting lainnya. Tidak hanya itu, ukuran capit pun menentukan keunggulannya menarik lawan jenis. Tidak harus dengan capit asli, dengan capit buatan pun asal besar menarik perhatian kepiting betina.

Hal itu diberitakan pada 13th Congress of The European Society for Evolutionary Biology. Peneliti mengganti capit kepiting dengan robot dan mencoba menarik perhatian betina dan terbukti bisa.
Menurut penelitian, dengan melambaikan capit robotnya, kepiting betina akan lebih tertarik kepada pejantan. Peneliti mengevaluasi tentang bagaimana ukuran dan kecepatan dari lengan robot ini berpengaruh terhadap lingkungan sekitar, khususnya kegunaannya untuk berkembang biak.

Sophie Callander dari Australian National University mengungkapkan, "Saat ada betina datang, mereka langsung tertarik dengan warna kuning dari capit robot tersebut. Kami menggunakan capit yang dapat diatur secara sepenuhnya yang disebut dengan Robocrab."

Tiga Robocrab mengelilingi si betina untuk dapat mengukur perbedaan dari kecepatan lambaian dan ukuran capit yang dimiliki pejantan. Betina kemudian mendekati pejantan dengan capit terbesar serta tingkat gelombang lambaian yang lebih tinggi.

Selain untuk menarik perhatian, capit yang besar berfungsi untuk melindungi kerabatnya yang lebih kecil. "Hal itu terjadi karena dengan tingkat pertahanan yang lebih besar, maka tingkat keberhasilan perkawinan mereka pun akan semakin tinggi," jelas Callander.

Kepiting yang menjadi percobaan adalah jenis Uca mjoebergi yang hidup di Australia Utara. Para betina akan tertarik kepada pejantan yang menari dan memamerkan ketangguhan capit mereka. Lambaian capit pejantan akan menarik betina yang kemudian masuk ke liang pasir dan tinggal untuk kawin.

READ MORE - CAPIT KEPITING JANTAN LEBIH SEKSI

SPESIES HIU BARU, DITEMUKAN DI PASAR IKAN




William White Spesies hiu baru, Squalus formosus, ditemukan di pasar ikan di Taiwan

Spesies baru hiu ditemukan ilmuwan di pasar ikan Tashi, Taiwan. Ini mungkin bukan hal yang biasa, juga bukan pertama kalinya. Sebelumnya, spesies hiu baru juga pernah ditemukan di pasar ikan Indonesia pada tahun 2007.


William White dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization di Australia mengatakan bahwa nama spesies baru itu adalah Squalus formosus. Spesies yang ditemukan memiliki panjang 1 meter dan hidung pendek seperti dogfish. Selain spesies tersebut, White juga menemukan spesies lain dari genus Squalus.

Jenis Squalus formosus berbeda dengan lainnya karena karakteristik sirip tegak di bagian belakang, tulang yang kuat, serta kepala yang pendek dan bulat. Penemuan spesies ini adalah hasil penelitian mengoleksi ikan di pasar ikan secara sengaja. "Kami mengoleksi beberapa materi dan melihat apakah ada perbedaan dengan hiu yang ditangkap dari dekade sebelumnya," kata White seperti dikutip National Geographic, Kamis (1/9/2011).

Menurut White, spesies hiu ini tertangkap oleh nelayan sebagai hasil by catch (tangkapan sampingan) dari perikanan. Di pasar ikan, tak banyak orang yang mengenali perbedaan ciri spesies baru hiu ini dengan hiu lainnya. Soal, rasa, belum bisa diketahui sebab peneliti belum mencicipinya.

"Spesies dari golongan yang sama di Indonesia dikeringkan dan diasinkan untuk konsumsi manusia, sementara siripnya digunakan untuk bahan baku sup. Namun, hal ini tak langsung merefleksikan apa yang terjadi di Taiwan," kata White.

White mengatakan, saat ini diketahui bahwa spesies hiu baru ini hanya tersebar di Taiwan dan Jepang. Kemungkinan untuk ditemukan di wilayah lain sangat kecil sebab genus Squalus umumnya memiliki persebaran yang sempit.

White menambahkan, mengetahui jangkauan persebaran spesies sangat penting sehingga "kesehatan" populasi suatu spesies dapat diketahui. Pada hiu, pemantauan perlu dilakukan sebab merupakan salah satu jenis yang paling diburu dan berpotensi by catch tinggi.

Penemuan spesies ini dipublikasikan di Journal of Fish Biology, Jumat (26/8/2011). Hiu adalah spesies dengan tingkat reproduksi yang tergolong rendah sehingga akan sangat rentan karena overfishing. "Jadi, secara pribadi saya memilih untuk tidak memakannya," katanya. 



READ MORE - SPESIES HIU BARU, DITEMUKAN DI PASAR IKAN

 
 
 

TENTANG FORKOM

FORKOM KOMUNIKASI MASYARAKAT PENCINTA TERUMBU KARANG merupakan wadah komunikasi diantara masyarakat dalam upaya meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya pelestarian ekosistem terumbu karang, COREMAP dengan komponen penyadaran masyarakat telah berupaya mengkampanyekan berbagai program kepada masyarakat luas. Selengkapnya

TRANSLATE POST

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Forkom Komunitas