CRITC DAN DIVISI EDUKASI COREMAP FASE II BERAKHIR

Selasa, Desember 27, 2011


Suatu  pertemuan khusus telah diadakan di gedung LIPI pada tanggal 21 Desember 2011 yang menandai berakhirnya kegiatan CRITC (Coral Reef Information and Training Centre) dan Divisi Edukasi COREMAP II (Coral Reef Rehabilitation and Management Program, Phase II) setelah aktif bergiat dalam bidang rehabilitasi dan  pengelolaan terumbu karang di Indonesia selama 13 tahun terakhir. Pertemuan ini merupakan refleksi akan perjalanan  sejarah, capaian dan pembelajaran Program COREMAP selama ini, khususnya peran tanggung jawab yang diemban oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).

COREMAP I (Tahap I) dilaksanakan pada tahun 1998 – 2004 di bawah kordinasi LIPI, sedangkan COREMAP II (Tahap II) di bawah kordinasi Kementerian Kelautan dan Perikanan.  Program COREMAP mendapat bantuan pendanaan dari GEF/World Bank, Asia Development Bank, dan selama Tahap I juga dari AusAID (Australia).

Mulai sejak awal persiapan sampai implementasi Program COREMAP, LIPI telah memainkan peran signifikan terutama dalam bidang riset dan informasi, edukasi, dan penyadaran masyarakat. Sejumlah besar informasi mengenai terumbu karang dan berbagai hal yang terkait dengannya telah dikumpulkan, dikaji dan diteliti untuk mendukung upaya pengelolaan terumbu karang.  Tak sedikit jumlah tenaga dari berbagai penjuru Indonesia  yang telah dididik dan diberi pelatihan untuk menunjang pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang. Kampanye penyadaran masyarakat tentang terumbu karang telah dilaksanakan dengan intensif yang berujung dengan diraihnya penghargaan internasional 
Gold Quill Award dari International Assocaition of Business Communicators (IABC). Di samping itu, Divisi Edukasi telah mengembangkan kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Budaya untuk mengembangkan silabus, kurikulum, dan berbagai bahan ajar tentang laut yang telah digunakan secara luas di sekolah-sekolah, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah atas, di hampir seantero Indonesia.

Menurut Dr. Zainal Arifin, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI, capaian terpenting COREMAP bersifat intangible atau tak berwujud fisik seperti bangunan atau konstruksi yang kasat mata.  Capaian terbesarnya  adalah  berhasil mengubah pola pikir (mindset) masyarakat  luas dari yang semula tak tahu dan tak acuh tentang lingkungan laut menjadi masyarakat yang sadar, peduli dan bersedia ikut serta melindungi, mengkonservasi dan memanfaatkan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan. 

Dalam pertemuan itu, beberapa kegiatan pasca selesainya proyek diusulkan, antara lain  perlunya segera disusun buku yang memberikan gambaran tentang sejarah, capaian, dan pembelajaran dari perjalanan COREMAP selama ini, yang diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan untuk kegiatan-kegiatan dan kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir di kemudian hari. 

Ada pula disarankan untuk mengembangkan pusat latihan tentang pengelolaan pesisir yang berskala nasional ataupun regional dengan modal berbagai keahlian dan pengalaman yang telah diraih, dan berbagai fasilitas pendukung yang telah diperoleh dari Program COREMAP selama ini. 



READ MORE - CRITC DAN DIVISI EDUKASI COREMAP FASE II BERAKHIR

KARYA TERBAIK "LOMBA PENULISAN ARTIKEL" DALAM AJANG FORKOM MATABUKA 2011 AKAN DIJADIKAN SUMBER TULISAN DALAM BLOG

Senin, Desember 19, 2011


Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) - LIPI, melalui Bidang Pendidikan mengkampanyekan berbagai program ke masyarakat luas dalam membangun paradigma baru tentang upaya pelestarian terumbu karang. Salah satu upaya yang diselenggarakan adalah membangun jaringan komunikasi dalam bentuk Forum Komunikasi Masyarakat Pecinta Terumbu Karang (Forkom Matabuka). Komunikasi para komunitas yang terdiri dari siapapun dan kalangan manapun yang memiliki visi yang sama yaitu sebagai pelestari terumbu karang telah memanfaatkan berbagai media sosial salahsatunya webblog.

Pada tahun 2011, bersamaan dengan rangkaian kegiatan Kontes Inovator Muda (KIM) ke-6 dilaksanakanlah kegiatan 'Forum Diskusi dan Lomba Penulisan Artikel' yang bertemakan "Bahana Pena Maya Blogger Muda Dalam Melestarikan Terumbu Karang". Kegiatan ini melibatkan sekitar 250 peserta dari siswa/i SMA - sederajat dan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi se-Jabodetabek.

Berkaitan dengan kegiatan Lomba Penulisan Artikel, didapatkan 3 Penulis Artikel Terbaik (hasil penilaian dewan juri) yang diumumkan pada acara puncak KIM 6, terdiri dari :
Juara 1 : atas nama Marcella perwakilan SMA K 7 Penabur, judul artikelnya "Tentang Dunia yang (Hampir) Hilang".
Juara 2 : atas nama Fifiani Lugito perwakilan SMA K Penabur Gading Serpong, dengan judul artikel "Melindungi yang Jauh Dimata, Dekat Dihati"
Juara 3 : atas nama Alivia Hadisisabella perwakilan SMK Negeri 8 Jakarta, judul artikel "Kawula Muda sebagai Ujung Tombak Pelestarian Terumbu Karang"

Setiap karya tulis pemenang dan beberapa karya yang dinilai baik oleh juri dan penyelenggara, akan ditayangkan secara bergilir pada webblog Forkom Matabuka (http://cintaterumbukarang.blogspot.com) dengan harapan melalui karya tulis para peserta ini dapat menyumbangkan ide dan pendapat kepada masyarakat Indonesia maupun Dunia untuk selalu peduli lingkungan khususnya lingkungan laut beserta biotanya, terutama terumbu karang. (SELAMATKAN TERUMBU KARANG, SEKARANG !! KALAU BUKAN SEKARANG, KAPAN LAGI !!, KALAU BUKAN KITA, SIAPA LAGI !!)

Sumber : Tim Penyelenggara Kegiatan Forkom Matabuka 2011
READ MORE - KARYA TERBAIK "LOMBA PENULISAN ARTIKEL" DALAM AJANG FORKOM MATABUKA 2011 AKAN DIJADIKAN SUMBER TULISAN DALAM BLOG

SMAN 1 KENDARI JUARA KONTES INOVATOR MUDA KE - 6

Selasa, Desember 13, 2011

 Foto Bersama Finalis KIM 6 dengan Juri Panelis dan Panitia Penyelenggara

Tiga siswa SMA Negeri 1 Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara berhasil menjuarai Kontes Inovator Muda (KIM) ke-6 tahun 2011 dalam babak grandfinal yang berlangsung di Jakarta, akhir pekan lalu. Dalam ajang yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mereka menyisihkan dua finalis lainnya yaitu SMAK Tarsisius 1 Jakarta dan SMA Negeri 1 Jakarta yang berturut-turut menjadi juara kedua dan juara ketiga.

Tiga siswa yang mewakili SMAN 1 Kendari itu adalah Athar Abdurrahman, Niartanty Nirmala Saleh, dan Tryana Putri Jumianti. Karya tulis mereka bertajuk “Permainan Interaktif sebagai Media Pendidikan Pelestarian Terumbu Karang Sejak Dini di Pulau Bungkutoko Kota Kendari (Studi di SD Negeri 3 Abeli)”.

Peserta dari SMA Tarsisius terdiri dari Jovita Nathania, Maria Christina Yolenta Lestari, dan Rosinta Handinata dengan karya tulis berjudul “Penyelamatan Terumbu Karang dengan Kartu Terumbu Karang”.

Sedangkan, peserta dari SMA Negeri 1 Jakarta terdiri dari Nabila Mudin Sutanto, Nael Huda Qonita, dan Ulfi Uswatin Fadhilah dengan karya tulis berjudul “Mengurangi Tekanan Terhadap Terumbu Karang di Kepulauan Seribu Melalui Program Kelompok Ilmiah Remaja (KIR SMA Negeri 1 Jakarta)”.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh “PRLM”, Senin (28/11), penyelenggaraan KIM ke-6 mengangkat topik seputar model pelestarian terumbu karang dari kaca mata generasi muda. Babak final berlangsung di Hall Pameran, Mal Tamini Square, Jakarta Timur, Sabtu (26/11).

Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Zainal Arifin menuturkan, sebanyak 92 karya tulis dari seluruh Indonesia dilombakan dalam kontes ini. Menurut dia, jumlah karya tulis peserta pada KIM Ke-6 ini sedikit menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berjumlah 115 karya tulis. Pada tahun ini penyelenggaraan berlangsung secara terpusat dan tidak ada penyelenggaraan awal di daerah.
 
READ MORE - SMAN 1 KENDARI JUARA KONTES INOVATOR MUDA KE - 6

PAPARKAN PERMAINAN INTERAKTIF, SMA NEGERI 1 KENDARI : RAIH JUARA KIM LIPI

Jumat, Desember 09, 2011

Pemenang KIM 6 : SMAN 1 Kendari, SMA Tarsisius 1 Jakarta dan SMAN 1 jakarta bersama dengan Juri Panelis : Prof. Jamaluddin Jompa, Nurul Dhewani, M. Si dan Artika Dari Devi

 Makalah berjudul “Permainan Interaktif sebagai Media Pendidikan Pelestarian Terumbu Karang Sejak Dini di Pulau Bungkutoko Kota Kendari (Studi di SD Negeri 3 Abeli)” karya tiga siswa SMA Negeri 1 Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara  berhasil menjuarai Kontes Inovator Muda (KIM) ke-6 tahun 2011.
KIM ke-6 yang mengangkat topik seputar model pelestarian terumbu karang dari kaca mata generasi muda ini, sebelumnya diikuti 92 kelompok pemakalah remaja dari seluruh Indonesia seperti Aceh, Pangkal Pinang, Maumere, Sulawesi, Jakarta serta Biak. Setelah diseleksi terdapat 3 kelompok yakni SMAN 1 Kendari, SMAN 1 Jakarta serta SMAK Tarsisius 1 Jakarta dan masuk tahap grand final. Babak final berlangsung di Hall Pameran, Mal Tamini Square, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.
Dalam ajang yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu, SMAN 1 Kendari berhasil menyisihkan dua finalis lainnya yaitu SMAK Tarsisius 1 Jakarta dan SMA Negeri 1 Jakarta yang berturut-turut menjadi juara kedua dan juara ketiga.

Tiga siswa yang mewakili SMAN 1 Kendari itu adalah Athar Abdurrahman, Niartanty Nirmala Saleh dan Tryana Putri Jumianti. Karya tulis mereka bertajuk "Permainan Interaktif sebagai Media Pendidikan Pelestarian Terumbu Karang Sejak Dini, di Pulau Bungkutoko KOta Kendari (Studi di SD Negeri 3 Abeli)". Peserta dari SMA Tarsisius 1 Jakarta, teridiri dari Jovita Nathania, Maria Christina Yolenta Lestari dan Rosinta handinata dengan karya tulis berjudul "Penyelamatan Terumbu Karang dengan Kartu Terumbu Karang (metode permainan kartu uno)". Sedangkan peserta dari SMAN 1 Jakarta terdiri dari Nabila Mudin Sutanto, Nael huda Qonita dan UlfiUswatin Fadhillah dengan karya tulis berjudul "Mengurangi Tekanan Terhadap Terumbu Karang di Kepulauan Seribu Melalui Program Kelompok Ilmiah Remaja (KIR SMA Negeri 1 Jakarta)". 
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Zainal Arifin menuturkan, sebanyak 92 karya tulis dari seluruh Indonesia dilombakan dalam kontes ini. Menurut dia, jumlah karya tulis peserta pada KIM Ke-6 ini sedikit menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berjumlah 115 karya tulis.
READ MORE - PAPARKAN PERMAINAN INTERAKTIF, SMA NEGERI 1 KENDARI : RAIH JUARA KIM LIPI

SISWA SMA ADU IDE SELAMATKAN TERUMBU KARANG

Selasa, November 29, 2011

Gambar : Okezone.com

Kepedulian generasi muda terhadap kelestarian alam, khususnya biota laut semakin meningkat. Berbagai aksi nyata mereka tuangkan dengan menghasilkan ide kreatif untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati di Nusantara, khususnya.

Sebagai wahana bagi ide kreatif kawula muda, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menghelat Kompetisi Inovator Muda (KIM). Ajang yang diperuntukan bagi pelajar SMA  ini diikuti oleh 92 sekolah di seluruh Indonesia.

Kompetisi besutan Bidang Edukasi Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap) LIPI ini mencoba melihat inovasi kawula muda dalam memberikan solusi penyelamatan eksositem terumbu karang di Indonesia. KIM kali keenam ini mengusung tema Model Pelestarian Terumbu Karang dari Kacamata Generasi Muda.

Kepala LIPI Lukman Hakim mengungkapkan, Indonesia merupakan negara kepulauan, dengan sekira 17 ribu pulau terbentang dari Sabang sampai Merauke. Maka, kekayaan bahari Indonesia, terutama terumbu karang, tentu sangat melimpah.

"Indonesia merupakan segitiga terumbu karang dunia. Namun, pemberdayaan terhadap sumber daya tersebut masih sangat memprihatinkan," kata Lukman di Tamini Square, Jakarta Timur, akhir pekan lalu.

Lukman mengatakan, melalui penelitian yang dilakukan oleh LIPI, kekayaan terumbu karang Indonesia dalam keadaan memprihatikan. Hanya 26 persen ekosistem terumbu karang dalam keadaan baik dan 36 persen dalam keadaan cukup. Namun, 32 persen ekosistem terumbu karang Indonesia dalam kondisi rusak.

"Manusia memiliki andil dalam kerusakan ekosistem terumbu karang tersebut. Faktor utama yang mendasari hal ini adalah minimnya tingkat pengetahuan untuk melestarikan terumbu karang," ujarnya.

Terakhir, Lukman berpesan agar para generasi muda kembali meningkatkan kepedulian untuk menjaga kelestarian terumbu karang sebagai kekayaan laut Indonesia. "Menjadi tanggung jawab generasi muda untuk memelihara dan menjaga terumbu karang untuk keberlanjutan bagi generasi selanjutnya," tuturnya.

Setelah melalui berbagai seleksi, tersisa tiga tim untuk berlaga di grand final. Mereka adalah SMAN 1 Kendari, SMAN 1 Jakarta, dan SMAK Tarsisius 1 Jakarta. Bertempat di Tamini Square, Jakarta Timur, ketiga tim menyampaikan hasil karya mereka di hadapan para pengunjung.

READ MORE - SISWA SMA ADU IDE SELAMATKAN TERUMBU KARANG

LEWAT BLOG MELESTARIKAN TERUMBU KARANG

Jumat, November 25, 2011

Kompas/Lasti Kurnia - Penyelam menikmati alam bawah laut perairan Pulau Sanghiang, Serang, Banten. Pesona terumbu karang yang masih cukup baik di perairan tersebut menarik wisatawan bahari dari wilayah Jabodetabek untuk menyelam pada akhir pekan.
JAKARTA, KOMPAS.com - Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP) telah dilakukan Lembaga Ilmi Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 1998. Setelah selama 13 tahun, COREMAP kini telah memasuki masa akhir tahap penyadaran masyarakat. 

Salah satu pencapaian program COREMAP adalah kegiatan Forum Komunikasi Pecinta Terumbu Karang (Forum Matabuka) Indonesia pada Kamis (24/11/2011) di Jakarta. Di forum ini, remaja tingkat SMA berkumpul untuk menyalurkan ide, aspirasi, dan inovasi untuk penyelamatan terumbu karang. 

"Forum Matabuka dilakukan reguler sejak tiga tahun lalu dan saat ini yang dilakukan adalah pembuatan dan pengisian blog," kata Dr. Ir. Iskandar Zulkarnain, Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI. Tiap tahun, Forkom Matabuka punya fokus kegiatan berbeda. 

Pada tahun pertama, kegiatan Forum Matabuka fokus pada pemberian pengetahuan tentang cara pembuatan dan pengemasan blog. Sementara tahun kedua diadakan lomba pembuatan blog. Tahun ketiga ini difokuskan pada cara pengisian informasi singkat dan menarik. 

Kelapa Puslit Oseanografi LIPI, Zainal Arifin mengatakan bahwa blog dipilih karena memiliki kedekatan dengan remaja. "Karena pelajar itu dunianya blog, Facebook. Blog akan berefek spiral, impact-nya lebih besar." 

Selain blog, kata Zainal, dalam rangka program COREMAP, LIPI juga telah menyusun buku ajar bagi remaja khusus tentang terumbu karang. Buku ajar tersebut bisa diunduh gratis dan tersedia bagi pelajar SD, SMP, dan SMA.

READ MORE - LEWAT BLOG MELESTARIKAN TERUMBU KARANG

FORKOM MATABUKA UNTUK PELESTARIAN TERUMBU KARANG

Para blogger muda berkumpul di Toko Buku Gramedia, Kamis (24/11/2011) untuk mengikuti edukasi perihal terumbu karang oleh COREMAP.
JAKARTA, KOMPAS.com -- Program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang (COREMAP) tahap II akan berakhir pada akhir tahun ini. Tahapan penyadaran atau edukasi ini yang dilakukan COREMAP, Kamis (24/11/2011) di Toko Buku Gramedia, Jalan Matraman Raya, Jakarta. 

Kegiatan ini dipenuhi para blogger muda yang adalah anak-anak SMA dari berbagai sekolah di Jakarta. 

Acara yang diberi tajuk Forum Komunikasi Masyarakat Pecinta Terumbu Karang (Forkom Matabuka) ini diharapkan mampu mewadahi para pecinta terumbu karang dalam bentuk ide, aspirasi, dan inovasi penyelematan terumbu karang. 

Deputi Ilmu Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zulkarnain menjelaskan, COREMAP tahap II dilakukan dengan memberi edukasi demi peningkatan dan kepedulian masyarakat akan arti penting terumbu karang. Kegiatan menggandeng para blogger muda seperti ini diharapkan bisa menyebarkan informasi dan mengajak sesamanya untuk peduli akan ekosistem terumbu karang.

READ MORE - FORKOM MATABUKA UNTUK PELESTARIAN TERUMBU KARANG

KERUSAKAN TERUMBU KARANG DI INDONESIA CAPAI 31,5 %

Kamis, November 24, 2011


Jurnas.com | KONDISI kerusakan terumbu karang yaang berada di wilayah perairan Indonesia kian tinggi. Tercatat kerusakan terumbu karang di perairan Indonesia saat ini telah mencapai angka 31,5 persen. ”Dari penelitian akhir tahun 2008,ada sekitar 31,5 persen terumbu karang di seluruh Indonesia berada dalam kategori rusak. 

Sebagian besar kerusakan ditemukan di perairan yang berdekatan dengan kota besar seperti Teluk Jakarta,” ujar Kepala Pusat Oceanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Zainal Arifin di sela kegiatan Forum Komunikasi Masyarakat Pecinta Terumbu Karang (Forkom Matabuka) di Jakarta,Kamis (24/11).

Zainal menjelaskan, kerusakan diantaranya terjadi akibat aktivitas manusia dan perubahan iklim. Utamanya menyangkut dampak perubahan iklim yaitu terjadinya keasamaan karena PH atau kandungan padat dalam air laut menurun. ”Hal ini buruk karena mengurangi kemampuan terumbu karang untuk membentuk rumah atau kalsium kapur karena terumbu karang terdiri dari bagian itu,” katanya. 

Meski begitu tambah Zaenal, disisi lain, kondisi terumbu karang perairan Indonesia juga cenderung membaik. Pasalnya dalam penelitian juga terungkap sebanyak 30 persen terumbu karang berada dalam kondisi baik. ” Bahkan sebanyak lima persen terpantau sangat baik kondisinya. Untuk itu sampai saat ini terus diterapkan strategi pencegahan dan adapatasi mencegah kerusakan terumbu karang,” katanya. 

Penulis: Aria Triyudha

READ MORE - KERUSAKAN TERUMBU KARANG DI INDONESIA CAPAI 31,5 %

TIGA MAKALAH TERBAIK KONTES INVATOR MUDA (KIM) 6 SIAP BERTANDING DI JAKARTA

Rabu, November 16, 2011



Melalui ajang Kontes Inovator Muda (KIM) 6 yang dilaksanakan COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) - LIPI, maka kembali muncul inovator - inovator muda baru yang inovatif, kreatif dan persuasif. Dapat diinformasikan bahwa 92 makalah yang memiliki 15 propinsi yang mengirimkan makalah penelitian dan/atau studi pustaka yang bertemakan "Model Pelestarian Terumbu Karang dari Kacamata Generasi Muda" ke pusat, telah dipilih tiga finalis terbaik yang melaju ke babak final di Jakarta.

Dengan proses seleksi yang cukup rumit diantara tim juri seleksi, yang terdiri dari : Dr. Deny Hidayati (Ahli Penelitian), Dr. Linda Christanty (Ahli Kreativitas dan Inovasi), M. Abrar, M. Si (ahli Kelautan), Yuni Ikawati (Ahli Media), Estradivari (Ahli Lingkungan Hidup) yang dilakukan di gedung COREMAP - LIPI pusat pada 16/11 sore tadi.

Akhirnya terpilih tiga makalah terbaik, yaitu :
  • SMA Negeri 1 Kendari mewakili propinsi Sulawesi Tenggara dengan judul makalah "Permainan Interaktif sebagai Media Pendidikan Pelestarian Terumbu Karang Sejak Dini di Pulau Bungkutoko, Kota Kendari" (Study di SD Negeri 03 Abeli)
  • SMA Tarsisius 1 Jakarta mewakili propinsi DKI Jakarta dengan judul makalah "Penyelamatan Terumbu Karang dengan Kartu Terumbu Karang (KTK)"
  • SMA Negeri 1 Jakarta mewakili propinsi DKI Jakarta dengan judul makalah "Mengurangi Tekanan Terhadap Terumbu Karang di Kepulauan Seribu Melalui Program Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMA Negeri 1 Jakarta"
Ketiga Finalis tersebut, merupakan tim dengan poin tertinggi dari seluruh makalah penelitian dan/atau studi pustaka yang masuk ke meja panitia pusat dan siap bersaing pada tanggal 26 November 2011, bertempat di Hall Pameran, Lantai LG Tamini Square Mall, Jakarta, untuk memperebutkan posisi juara 1,2 dan 3. Dengan menghadirkan panelis-panelis yang handal & terkenal seperti : Artika Sari Devi (Putri Indonesia 2004), Jamaluddin Jompa (Ahli Terumbu Karang), Nurul Dhewani (Ahli Kelautan) dan Mikael Prastowo (Perwakilan LSM Terumbu Karang).
READ MORE - TIGA MAKALAH TERBAIK KONTES INVATOR MUDA (KIM) 6 SIAP BERTANDING DI JAKARTA

NELAYAN LANGKAT INGIN KEMBALIKAN HUTAN MANGROVE

Selasa, November 08, 2011


Keberadaan Perkebunan kelapa sawit yang menggunakan lahan pada ekosistem mangrove di Kabupaten Langkat Sumatera Utara, menyebabkan kesejahteraan Nelayan terganggu. Konversi hutan mangrove membuat hasil tangkapan berkurang dan menimbulkan intrusi laut ke rumah-rumah warga.

Presidium Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Region Sumatera, Tajruddin Hasibuan, Selasa (8/11/2011) dihubungi dari Jakarta, mengatakan ekosistem mangrove merupakan tempat bertelur dan membesarkan biota-biota Laut komersial seperti kepiting, udang, dan ikan. Namun ironisnya, ekosistem ini banyak dikonversi menjadi areal Kebun kelapa sawit.

"Nelayan yang menggantungkan Hidup pada hasil laut, sangat terganggu penghidupannya," ucap Tajruddin. Di Sumatera, konversi mangrove menjadi sawit banyak terjadi di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Di Langkat, ujarnya, sedikitnya 20.000 hektar Hutan mangrove sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Meski sejak tahun 2000 telah diprotes warga, Perkebunan itu terus berlangsung. Namun, kesabaran warga telah habis.

"Besok, hari Rabu ini, ribuan warga di Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Langkat, akan mengadakan aksi untuk mengembalikan fungsi lahan sawit yang seharusnya adalah ekosistem mangrove," ucapnya.

Dari sisi yuridis, ucapnya, warga merasa yakin karena lahan ekosistem itu dilindungi secara hukum, tetapi dikonversi menjadi Kebun sawit.

"Kawasan itu sudah jelas teregister dan tercatat di Kementerian Kehutanan sebagai daerah yang tidak boleh dikonversi atau diubah menjadi bentuk apa pun," ucap Tajruddin.


READ MORE - NELAYAN LANGKAT INGIN KEMBALIKAN HUTAN MANGROVE

PRODUK HASIL RISET


Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim menegaskan bahwa produk hasil riset para ilmuwan harus bisa diserap oleh industri dan mendominasi pasar lokal.

"Selama ini produk masih dikuasai luar. Contohnya obat, banyak sekali obat potensial. Tetapi bagaimana memecah pasar lokal yang sudah dikuasai importir. Selama puluhan tahun, 90 persen pasar obat dikuasai oleh importir," kata Lukman dalam acara LIPI Expo di Hotel Bidakara, Senin (7/11/2011).

Dominasi produk luar negeri membuat Indonesia hanya menjadi penonton dan tidak mendapatkan nilai tambah. Lukman mencontohkan pada produk ponsel, Indonesia hanya bisa menjadi konsumen, mengeluarkan pulsa terus-menerus tanpa punya keuntungan tambahan selain pemakaian.
Lukman mengungkapkan, "Ini bukan kita tidak mampu, tetapi karena persaingan. Makanya, bagaimana caranya kita bisa mendominasi dan tidak hanya jadi konsumen. Pasar bisa dikuasai produk yang hasil pengembangan para ilmuwan."

Menurut Lukman, LIPI telah menghasilkan beberapa produk yang sebenarnya bisa diaplikasikan. Contohnya antara lain senyawa berkhasiat obat dan alat penjernih air. Namun, LIPI perlu rekan untuk bekerja sama sehingga hasil penelitian bisa menjadi poduk jadi. Kalangan yang diharapkan bisa diajak kerja sama adalah industri. Selama ini, hasil penelitian banyak, tetapi masih minim industri yang berminat.

"Itu sebabnya dari pemerintah kami dorong insentif sehingga gap yang besar antara supply dandemand ini didekatkan," jelas Lukman.

Dalam LIPI Expo kali ini dipamerkan beberapa produk, di antaranya es krim tempe, reaktor ozon pengolah limbah cair, instalasi pengolah air gambut, dan biotrik (biogas listrik). Lukman berharap ajang LIPI Expo bisa menjadi tempat pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian untuk bertemu dan menindaklanjuti hasil riset.


READ MORE - PRODUK HASIL RISET

PRAKARSA TERUMBU KARANG, LIBATKAN TIGA MENTERI


Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo serta Menteri Riset dan Teknologi Gusti M Hatta mengadakan temu koordinasi yang dikoordinasi langsung oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono terkait Prakarsa Terumbu Karang  (CTI). 

Temu koordinasi para ketiga menteri tersebut yang juga dihadiri Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim Rachmat Witoelar, serta wakil-wakil dari Kementerian Kehutanan, Bappenas, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta dari Gubernur Sulawesi Utara berlangsung di Jakarta, Rabu (2/11). 

Pertemuan tersebut berlangsung dengan efektif dan mencatat hasil-hasil temu yang konkrit ke depan dalam rangka mendukung Prakarsa Terumbu Karang atau Coral Triangle Initiative (CTI) dalam waktu dekat. 

Sebelumnya, juga telah diadakan pertemuan  tingkat pejabat tinggi Senior Official Meeting (SOM) sebanyak tujuh kali membahas tentang CTI. 

Dilanjutkan dengan tiga kali pertemuan tingkat menteri atau Ministerial Meeting (MM) dan satu kali tingkat kepala negara atau CTI Summit oleh ke-enam negara-negara anggota CTI dan para mitra CTI sejak pertama digagas lima tahun lalu. 

Negara-negara anggota CTI yakni Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste. 



READ MORE - PRAKARSA TERUMBU KARANG, LIBATKAN TIGA MENTERI

SUMPAH PEMUDA DAN PERUBAHAN IKLIM

Selasa, November 01, 2011


Sekitar 300 mahasiswa lintas agama dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, 28-30 Oktober 2011, akan berkumpul dalam kegiatan Youth for Climate Camp (Y4CC) di Sawangan Golf Resort, Depok, Jawa Barat.

Panitia kegiatan ini, Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia (DNPI), mengambil tema Bertanah Air Satu, Tanah dan Air Indonesia.

Ketua Harian DNPI, Rachmat Witoelar, Kamis (27/10/2011) di Jakarta, mengatakan, Y4CC ini pertama kalinya digelar. Diharapkan, kegiatan ini menjadi media sosialisasi kepada para pemuda, agar mendukung pemerintah mengendalikan permasalahan perubahan iklim.

Pada Jumat besok, tepat Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2011, kegiatan dibuka dengan diskusi mengenai wawasan kebangsaan di Museum Mandiri Jakarta Barat.

Diskusi menghadirkan, Denny Indrayana (Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia), Hj Khofifah Indar Parawangsa (Ketua Umum Muslimat NU), dan KH Thanthowi Musaddad (Tokoh Ulama Lingkungan) yang dipandu Romo Andang Binawan.

Selain masalah iklim, para pemuda juga diajak mendalami nilai agama masing-masing untuk menjadi landasan motivasi kepedulian dan ke-Indonesia-an. Momen ini juga memberi kesempatan perjumpaan lintas agama secara lebih intensif, supaya bisa lebih saling mengenal, memahami, dan menyikapi masalah perubahan iklim.


READ MORE - SUMPAH PEMUDA DAN PERUBAHAN IKLIM

MASYARAKAT ADAT KOFIAU DUKUNG KONSERVASI RAJA AMPAT

Pembangunan berbasis ekosistem bukan saja menjaga alam tetapi sudah memperlihatkan peningkatan pada jumlah pendapatan asli daerah yang sangat berarti.
-- Manuel P Urbinas


RAJA AMPAT - Masyarakat adat Kofiau di Kepulauan Raja Ampat menyatakan komitmennya menjaga kelestarian sumber daya alat lautnya lewat Deklarasi Adat Zonasi Kawasan Konservasi Perairah Daerah (KKPD) di Kofiau dan Boo. Deklarasi ini merupakan bentuk dukungan masyarakat pada sistem zonasi yang telah ditetapkan 2007 lalu.

Deklarasi tersebut berlangsung Rabu (19/10/2011) di Pulau Gebe Kecil, Kepulauan Kofiau, didukung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Raja Ampat dan LSM The Nature Conservancy (TNC). Dalam deklarasi yang juga ditandai dengan upacara adat itu, tokoh adat setempat, Elias Ambrauw, memberikan dokumen berisi tanda tangan pemegang hak ulayat zona larang tangkap.

Sesuai pembagian sebelumnya, Taman Pulau Kecil Raja Ampat dibagi menjadi 6 KKPD, salah satunya Kofiau dan Boo seluas 170.000 hektar. Adapun wilayah Kofiau dibagi menjadi empat zona, yakni zona ketahanan pangan dan pariwisata (sama dengan zona larang tangkap), zona sasi dan pemanfaatan tradisional masyarakat, zona perikanan berkelanjutan dan budidya, serta zona pemanfaatan lain. Lewat deklarasi ini, masyarakat bersama DKP nantinya akan menguatkan kemitraan untuk menjaga KKKPD Kofiau dan Boo dari kegiatan penangkapan secara berlebihan, penangkapan ikan yang merusak menggunakan bahan peledak dan bahan kimia berbahaya, serta penangkapan biota laut yang dilindungi.

Kepala DKP Kabupaten Raja Ampat, Manuel P Urbinas mengatakan, pemerintah bertekad mendukung kebijaksanaan pengelolaan berbasis ekosistem dalam kerangka kebijakan pembangunan Kabupaten Bahari Raja Ampat.

"Pembangunan berbasis ekosistem bukan saja menjaga alam tetapi sudah memperlihatkan peningkatan pada jumlah pendapatan asli daerah yang sangat berarti," ujarnya.
Manuel juga mengatakan, dukungan masyarakat adat Kofiau menjadi bukti bahwa masyarakat setempat memiliki kearifan lokal. Salah satu bentuk kearifan lokal itu adalah sasi, yakni upaya penutupan sementara atas segala ekstraksi sumber daya alam laut di suatu wilayah dengan kesepakatan bersama.

Pengelolaan alam Raja Ampat perlu dilakukan dengan baik, sebab wilayah ini merupakan salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Kofiau sendiri memiliki 292 spesies terumbu karang dan 529 jenis ikan karang. Bagi Indonesia, kelestarian wilayah ini mendukung upaya pengembangan pariwisata Raja Ampat untuk ekonomi masyarakat.




READ MORE - MASYARAKAT ADAT KOFIAU DUKUNG KONSERVASI RAJA AMPAT

AUSTRALIA TINGKATKAN KONSERVASI DI SEGITIGA KARANG


Menteri Lingkungan Hidup Australia Tony Burke memimpin delegasi Australia di Pertemuan Tingkat Menteri Prakarsa Segi Tiga Karang (Coral Triangle Initiative ) di Jakarta, 27-28 Oktober 2011.

Menurut Burke pertemuan tersebut merupakan sebuah kesempatan bagi Australia untuk bekerja sama secara erat dengan tetangga-tetangganya di kawasan Segi Tiga Karang dan mendukung upaya mereka untuk fokus baik pada konservasi maupun pembangunan ekonomi melalui prakarsa tersebut."Segi Tiga Karang terkenal dengan keanekaragaman hayati yang mengagumkan. Kawasan ini memiliki lebih dari setengah dari terumbu karang dunia dan lebih dari sepertiga spesies ikan terumbu karang," tutur Burke.

Pada Juli 2011, Pemerintah Australia memberi komitmen 2,5 juta dolar Autralia melalui Prakarsa Segi Tiga Karang untuk membantu para tetangganya dalam upaya mereka untuk melindungi lingkungan bahari dan mendukung nafkah dan keamanan pangan yang berkelanjutan. Prakarsa Segi Tiga Karang adalah kemitraan pemerintah Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste.


READ MORE - AUSTRALIA TINGKATKAN KONSERVASI DI SEGITIGA KARANG

INDONESIA TUAN RUMAH FESTIVAL LAUT INTERNATIONAL

Jumat, September 30, 2011


INDONESIA yang merupakan negara kepulauan terbesar nomor dua di dunia dipercaya menjadi tuan rumah Perayaan Festival Laut 2011 atau dikenal dengan Celebrate the Sea (CTS) Festival 2011. Menurut Direktur Jenderal Pemasaran Pariwisata Kementerian Budaya dan Pariwisata, Sapta Nirwandar, CTS Festival merupakan event kompetisi pencitraan bawah laut terbesar di kawasan Asia Pasifik setelah Mondial de I'image Sous Marine (festival foto bawah air dunia) yang diselenggarakan setiap tahun di Marselle Perancis.

"Melalui penyelenggaraan Celebrate the Sea Festival 2011 kami ingin mempromosikan keindahan dan kekayaan laut Indonesia ke seluruh dunia," kata Sapta, Sabtu (24/9), di Manado, Sulawesi Utara.

Kota Manado, Sulawesi Utara, menjadi pilihan penyelenggaraan event tahunan berskala internasional ini. Acara dimulai selama tiga hari di Sintesa Peninsula Hotel pada 23 September dan berakhir besok malam, 25 September 2011. Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Sarundajang, dijadwalkan akan membuka CTS Festival 2011 nanti malam.

Penyelenggaraan CTS Festival 2011 sendiri diharapkan menjadi ajang utama bagi Indonesia mempromosikan konservasi, wisata bahari, serta memberikan pendidikan dan hiburan. Ajang ini ditujukan untuk menciptakan kesadaran yang lebih besar terhadap lingkungan laut Indonesia. Acara yang dimotori Kementerian Budaya dan Pariwisata bekerjasama dengan Ocean Environment Australia ini diikuti lebih dari 25 negara di seluruh belahan dunia.

Pada penyelenggaraan CTS Festival 2011 digelar serangkaian acara, antara lain, forum konservasi laut, festival film bawah air, lomba foto bawah air internasional, lomba seni, forum serta seminar samudera dengan mengundang para tokoh kelautan dunia, hingga Gala Award Ceremony.

Para pembicara tokoh kelautan dunia yang hadir di antaranya National Geographic Explorer yang juga penemu bangkai Kapal Titanic, Emory Kristof; sineas Deep Sea and Coral Reef Eden IMAX 3D, Howard dan Michele Hall; Pengajar National University of Singapore, Chou Loke Ming; Penasehat Senior, Indonesia Marine Program, Mark Erdmann; penulis Richest Reefs Indonesia, Beneath Bunaken, Ocean Geographic, Michael AW; penulis Essential Digital Underwater Photography, Mathieu Meur; penjelajah dan wartawan foto bawah air, Steve Jones; Pemimpin Redaksi Ocean Geographic, Joe Moreira; fotografer bawah air Indonesia, Ronny Rengkung; dan ahli dan pelestari hiu dari Australia, Valerie Taylor.


READ MORE - INDONESIA TUAN RUMAH FESTIVAL LAUT INTERNATIONAL

FOTOGRAFI BAWAH LAUT HARUS MAMPU MEMOTRET MASALAH KONSERVASI

Rabu, September 28, 2011


Banyak fotografer dunia yang menekuni fotografi bawah laut belakangan ini. Memang tak mengherankan sebab pesona bawah laut menjanjikan banyak objek menarik bagi para fotografer. Namun, dengan adanya beragam masalah kelautan, fotografer dituntut untuk tidak hanya mampu memotret keindahan tetapi juga memotret permasalahan yang terjadi.

Michael AW, fotografer bawah laut kawakan yang juga founder festival Celebrate The Sea (CTS) mengatakan, "Banyak fotografer yang memotret bawah laut sekarang. Orang biasa pun ada walau pada tempat yang tidak terlalu dalam. Hasilnya bagus, tapi banyak yang tidak menyajikan masalah," katanya ketika ditemui di CTS, Sabtu (24/9/2011) lalu.

Fotografer bawah laut harus mengerti masalah konservasi, demikian dikatakan Michael. Menurutnya, fotografi bawah laut tidak bisa hanya menyajikan keindahan makhluk bawah laut semata, tetapi juga menampilkan sisi buram kehidupan laut akibat tekanan manusia yang mungkin tak banyak disadari.
 
Untuk bisa melakukannya, Michael yang juga direktur funding OceaNEnvironment mengatakan, "Fotografer harus punya passion pada skill-nya. Lewat foto, mereka harus mengkomunikasikan kebenaran. Jika buruk, maka katakanlah buruk. Dan jika baik, katakanlah baik dan tak perlu membuatnya kelihatan lebih baik.

Michael melanjutkan, CTS adalah ajang untuk memberi penghargaan bagi fotografer bawah laut. Lewat CTS, diharapkan makin banyak fotografer yang mampu menghasilkan foto berkualitas dari segi pesan sehingga foto pun bisa memberi pengaruh bagi masyarakat luas. Ia juga mengharapkan harus ada semakin banyak pula fotografer Indonesia yang mampu melakukannya, sebab baik pesona maupun permasalahan kelautan banyak terjadi di negara ini.


READ MORE - FOTOGRAFI BAWAH LAUT HARUS MAMPU MEMOTRET MASALAH KONSERVASI

INDONESIA BUTUH MINIMAL 45 TAKSONOM KELAUTAN

Rabu, September 21, 2011


Penyelam menikmati alam bawah laut perairan Pulau Sanghiang, Serang, Banten, Sabtu (10/4). Pesona terumbu karang yang masih cukup baik di perairan tersebut menarik wisatawan bahari dari wilayah Jabodetabek untuk menyelam pada akhir pekan.

Indonesia merupakan salah satu pusat biodiversity atau keanekaragaman hayati dunia, salah satunya ditandai dengan besarnya jenis spesies di laut. Namun berapa spesies yang sebenarnya ada di laut Indonesia dan apa saja? Pertanyaan ini perlu dijawab dengan inventarisasi keanekaragaman hayati laut itu sendiri.

Prof Dr Suharsono, Ketua Masyarakat Taksonomi Kelautan Indonesia, yang juga peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, untuk mampu menginventarisasi keragaman hayati itu, kebutuhan utamanya adalah taksonom kelautan. Sayangnya jumlha taknsonom kelautan di Indonesia masih sangat minim.

"Dibutuhkan minimal 45 taksonom kelautan. Tiap kelas dalam satu taksa harus ada yang menangani. Idealnya dalam satu ordo ada satu taksonom," kata Suharsono dalam Kongres dan Seminar Taksonomi Kelautan Indonesia I yang berlangsung hari ini, Selasa (20/9/2011) di Jakarta.

Sejumlah taksonom tersebut diharapkan mampu meneliti beragam taksa makhluk hidup laut, seperti bakteri, firaminifera, porifera, crustacea, mollusca, echinodermata, coelenterata dan beragam jenis tumbuhan laut serta mangrove. Menurut Suharsono, masih banyak biota laut yang kini masih belum diteliti.

"Bakteri laut ini sudah banyak yang meneliti tetapi secara taksonomi belum banyak. Algae juga masih sedikit. Jenis Bryozoa dan Cetacea juga masih belum banyak," katanya.
Suharsono menjelaskan, beberapa strategi tengah dirancang untuk memenuhi kebutuhan taksonom. Salah satunya lewat edukasi. Institut Pertanian Bogor (IPB), kata Suharsono, tahun ini mulai menyelenggarakan jurusan taksonomi setelah mendapat lampu hijau dari DIKTI.

Strategi lain yang ditempuh adalah advokasi pada pemerintah untuk membangun reference collectionkelautan, membentuk jaringan taksonomi dengan memanfaatkan universitas yang ada, kerjasama dengan lembaga internasional serta melakukan ekepedisi.

"Ke depan taksonom Indonesia harus jadi author dalam penamaan spesies. Saat ini banyak yang terlibat penelitian taksonomi tetapi belum menjadi author," kata Suharsono. Menjadi author berarti nama taksonom tercantum dalam nama spesies, seperti Linnaeus yang diterakan pada banyak spesies.

Saat ini, jumlah peneliti Indonesia yang terlibat dalam penelitian taksonomi adalah 20-30an. Namun, hanya 3 peneliti yang bisa dikatakan sebagai taksonom. Peluang menjadi taksonom di negeri yang kaya akan keanekaragaman hayati ini masih sangat besar.


READ MORE - INDONESIA BUTUH MINIMAL 45 TAKSONOM KELAUTAN

SOSOK IKAN PREDATOR YANG HIDUP 375 JUTA TAHUN YANG LALU

Selasa, September 20, 2011

Fosil ikan predator Laccognathus embryi.

Kurator pada Academy of Natural Sciences di Philadelphia, Amerika Serikat, Edward Daeschler, Selasa (13/9/2011), menyampaikan hasil analisis terhadap fosil Laccognathus embryi, fosil ikan predator yang ditemukan 10 tahun lalu di perairan Amerika Utara.

"Saya tidak akan berenang atau melintasi di dekat ikan itu bersembunyi," kata Daeschler. Fosil menunjukkan panjang ikan 1,5-1,8 meter, dengan kepala yang melebar, mata kecil, rahang kuat, dan gigi tajam.

Daeschler menganalisis, jenis ikan ini bersembunyi di lantai dasar perairan untuk menanti mangsa. Ikan tersebut diperkirakan hidup 375 juta tahun lalu di sekitar Pulau Ellesmere, Arktik, Kanada. Di kawasan tersebut pernah ditemukan fosil Tiktaalik roseae, transisional dari hewan darat menjadi ikan di perairan.

"Keduanya sama-sama predator dan bersaing untuk mendapatkan mangsa," kata Jason Downs, yang juga penulis di Academy of Natural Sciences. Paparan Daeschler ini menjadi puncak analisis terhadap temuan fosil Laccognathus embryi tersebut.

Sumber : LIVE SCIENCE



READ MORE - SOSOK IKAN PREDATOR YANG HIDUP 375 JUTA TAHUN YANG LALU

REALITAS IKLIM 24 JAM DI DUNIA


The Climate Reality Project yang didirikan mantan Wakil Presiden AS, Al Gore, menyelenggarakan kampanye tentang realitas krisis iklim secara global dalam 24 jam.
Setiap satu jam akan dilakukan presentasi. Secara total, presentasi ini dilakukan oleh 24 presenter, di 24 zona waktu, dalam 13 bahasa, dengan 1 pesan utama.

Para penyaji akan melakukan presentasi dengan wahana multimedia yang dibuat oleh Al Gore. Mereka akan mengungkap realitas krisis iklim ekstrim yang mereka alami, berupa bencana-bencana seperti banjir, kekeringan, dan badai.

Juga akan diungkapkan apa kaitan antara bencana tersebut dengan polusi akibat aktivitas manusia yang telah mengakibatkan perubahan iklim. Semua presentasi akan dilakukan tepat pukul 19.00 waktu setempat.

Rantai presentasi tersebut dimulai dari Mexico City, Meksiko, Boulder di Colorado, AS, Victoria (Australia), Kotzebue (Alaska), Polinesia (di bawah Perancis), Hawai (AS), Tonga di Laut Pasifik Selatan, Auckland (Selandia Baru), Pulau Solomon, Canberra (Australia), Seoul (Korea Selatan), Beijing (China), dan di urutan ke-13 adalah Jakarta.

Di Jakarta, presentasi dilakukan oleh Charles Wirawan yang telah bergabung dengan The Climate Reality Project Indonesia sejak tahun 2009, dulu namanya adalah The Climate Project.
Sejak Al Gore menyajikan film The Inconvenient Truth tahun 2006, sejak itu pula muncul kontroversi apakah perubahan iklim benar terjadi. Untuk itu, The Climate Reality Project menjawabnya dengan presentasi tersebut. Di lokasi -lokasi tempat presentasi dilangsungkan, memang sungguh terjadi dampak dari krisis iklim.

Jakarta misalnya, merupakan lokasi yang sering dilanda banjir yang semakin lama semakin parah, sementara Beijing kini semakin terancam oleh krisis air. Sementara sekitar 30 juta penduduk China diperkirakan pada tahun 2020 harus menjadi pengungsi akibat krisis air.
Presentasi 24 jam global ini, akan membuka mata warga dunia tentang realitas terjadinya krisis iklim. "Pihak-pihak yang menyangkal terjadinya krisis iklim memang memiliki uang, namun kami memiliki realitas," ungkap Presiden dan Direktur Eksekutif The Climate Reality Project Maggie L Fox.

Sementara Al Gore menegaskan, dalam krisis iklim tidak ada batas politik. Badai yang mengerikan dan panas yang mematikan terjadi dengan frekuensi tinggi di seluruh dunia. Pertanyaan satu-satunya adalah seberapa cepat kita bisa beraksi? (The Climate Reality Project/Brigitta Isworo Laksmi)


READ MORE - REALITAS IKLIM 24 JAM DI DUNIA

DR. MOHAMMAD KASIM MOOSA DIBERI PENGHARGAAN LIPI

Rabu, September 14, 2011


Dr. Kasim Moosa

Mungkin tak banyak yang tahu nama Mohammad Kasim Moosa di Indonesia. Padahal namanya mentereng di kalangan ilmuwan biologi kelautan. Setidaknya dua artikel Kasim Moosa dan kawan-kawannya sesama peneliti biologi kelautan, terpublikasikan di jurnal ilmiah bergengsi Nature.

Kasim Moosa menjadi salah satu penemu Coelancanth, ikan purba yang sebelumnya diduga telah punah sejak masa Cretaceous, 65 juta tahun lalu.

Sebelum penemuan pertamanya di perairan Afrika Selatan tahun 1938, Coelancanth atau ikan berahang dianggap para ilmuwan telah punah. Kemudian diketahui ikan ini berhabitat di perairan Kepulauan Komoro, Samudera Hindia. Hingga pada tahun 1998, nelayan di perairan Manado, Sulawesi Utara, menemukan ikan yang oleh penduduk lokal setempat dinamakan ikan raja. Ikan itu secara fisik mirip dengan Coelancanth yang ada di Kepulauan Komoro.

Kasim Moosa bersama dua koleganya, Mark Erdmann dan Roy L Caldwell, mempublikasikan penemuan tersebut di Nature dengan judul artikel "Indonesian "king of the sea" Discovered.

Kasim Moosa adalah ilmuwan biologi kelautan LIPI, yang dianggap mengangkat reputasi lembaga ilmiah tertua dan terbesar di Indonesia itu di mata internasional.

Ilmuwan kelahiran Jakarta 25 Februari 1937 itu, dianugerahi penghargaan Sarwono Prawirohardjo X oleh LIPI. Penghargaan Sarwono Prawirohardjo ini merupakan ajang tahunan, dalam rangka puncak perayaan ulang tahun LIPI pada 23 Agustus.

Penghargaan ini mengambil nama Ketua LIPI pertama almarhum Prof DR Sarwono Prawirohardjo.

Senin (22/08/2011) ini Kasim Moosa tak sendiri mendapatkan penghargaan. LIPI juga menganugerahkan penghargaan yang sama terhadap mantan Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Prof DR Haryono Suyono.

Ketua LIPI Prof DR Lukman Hakim, mengatakan, kepakaran Kasim Moosa dalam biologi kelautan sungguh sangat dibutuhkan Indonesia sebagai negara maritime.

"Ketekunannya dalam meneliti biota laut diturunkan kepada peneliti-peneliti muda maupun murid-muridnya di Universitas Indonesia maupun Universitas Nasional," kata Lukman.

Kasim menyelesaikan program pendidikan pascasarjana hingga doctoral di Paris, Perancis. Kasim Moosa meraih gelar doktor di Universite Pierre et Marie Curie tahun 1986.

Lebih dari 73 jurnal ilmiah dia hasilkan, termasuk tiga di antaranya yang dipublikasikan di Nature. Kasim Moosa juga tercatat sebagai penemu tiga family, 11 genera, 45 spesies dari kepiting dan stomatopoda. Dia juga yang pernah menginformasikan adanya ikan fosil hidup di Biak, Papua.

READ MORE - DR. MOHAMMAD KASIM MOOSA DIBERI PENGHARGAAN LIPI

TERUMBU KARANG DIPERKIRAKAN MUSNAH 30 TAHUN KE DEPAN


Perubahan iklim, penyebaran zat kimia berbahaya di laut yang disertai oleh penangkapan ikan berlebih, pembangunan di kawasan pesisir pantai, dan juga polusi, akan menghancurkan terumbu karang setidaknya dalam waktu 30 tahun ke depan.

Sebagai gambaran, bleaching, atau kasus memutihnya terumbu karang dari aslinya yang berwarna warni cerah akibat perubahan iklim yang terjadi di Samudera India pada tahun 1998 lalu telah menghancurkan 16 persen terumbu karang dunia dalam waktu beberapa pekan saja.

“Kita telah menghapus banyak spesies dalam beberapa tahun belakangan. Namun kali ini, untuk pertama kalinya kita akan benar-benar mengeliminasi seluruh ekosistem,” sebut Peter Sale, ekolog kelautan dari United Nations University dalam bukunya Our Dying Planet: An Ecologist’s View of the Crisis We Face yang baru dipublikasikan.

Meski hanya menguasai luas sebesar 0,1 persen dari seluruh kawasan samudera, namun terumbu karang merupakan bagian yang sangat penting karena keanekaragaman mereka yang sangat luar biasa, jauh lebih kaya dibandingkan dengan keanekaragaman makhluk hidup di hutan hujan.

Sayangnya, terumbu karang juga sangat ringkih, dan sedikit pun perubahan yang terjadi di samudera akan menyebabkan ganggang yang merupakan makanan karang tersebut menjadi musnah. Dan meski ada mikroorganisme karang kecil yang mampu bertahan akibat kehancuran total terumbu karang, hilangnya terumbu karang seringkali menjadi sinyal akan timbulnya kejadian pemusnahan massal. “Hilangnya spesies yang saat ini terjadi dalam berbagai sisi sama dengan kejadian pemusnahan massal yang terjadi di masa lalu,” ucap Sale.  

READ MORE - TERUMBU KARANG DIPERKIRAKAN MUSNAH 30 TAHUN KE DEPAN

CAPIT KEPITING JANTAN LEBIH SEKSI

Selasa, September 13, 2011

  

Capit kepiting merupakan alat mencari mangsa sekaligus pertahanan untuk bersaing dengan kepiting lainnya. Tidak hanya itu, ukuran capit pun menentukan keunggulannya menarik lawan jenis. Tidak harus dengan capit asli, dengan capit buatan pun asal besar menarik perhatian kepiting betina.

Hal itu diberitakan pada 13th Congress of The European Society for Evolutionary Biology. Peneliti mengganti capit kepiting dengan robot dan mencoba menarik perhatian betina dan terbukti bisa.
Menurut penelitian, dengan melambaikan capit robotnya, kepiting betina akan lebih tertarik kepada pejantan. Peneliti mengevaluasi tentang bagaimana ukuran dan kecepatan dari lengan robot ini berpengaruh terhadap lingkungan sekitar, khususnya kegunaannya untuk berkembang biak.

Sophie Callander dari Australian National University mengungkapkan, "Saat ada betina datang, mereka langsung tertarik dengan warna kuning dari capit robot tersebut. Kami menggunakan capit yang dapat diatur secara sepenuhnya yang disebut dengan Robocrab."

Tiga Robocrab mengelilingi si betina untuk dapat mengukur perbedaan dari kecepatan lambaian dan ukuran capit yang dimiliki pejantan. Betina kemudian mendekati pejantan dengan capit terbesar serta tingkat gelombang lambaian yang lebih tinggi.

Selain untuk menarik perhatian, capit yang besar berfungsi untuk melindungi kerabatnya yang lebih kecil. "Hal itu terjadi karena dengan tingkat pertahanan yang lebih besar, maka tingkat keberhasilan perkawinan mereka pun akan semakin tinggi," jelas Callander.

Kepiting yang menjadi percobaan adalah jenis Uca mjoebergi yang hidup di Australia Utara. Para betina akan tertarik kepada pejantan yang menari dan memamerkan ketangguhan capit mereka. Lambaian capit pejantan akan menarik betina yang kemudian masuk ke liang pasir dan tinggal untuk kawin.

READ MORE - CAPIT KEPITING JANTAN LEBIH SEKSI

SPESIES HIU BARU, DITEMUKAN DI PASAR IKAN




William White Spesies hiu baru, Squalus formosus, ditemukan di pasar ikan di Taiwan

Spesies baru hiu ditemukan ilmuwan di pasar ikan Tashi, Taiwan. Ini mungkin bukan hal yang biasa, juga bukan pertama kalinya. Sebelumnya, spesies hiu baru juga pernah ditemukan di pasar ikan Indonesia pada tahun 2007.


William White dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization di Australia mengatakan bahwa nama spesies baru itu adalah Squalus formosus. Spesies yang ditemukan memiliki panjang 1 meter dan hidung pendek seperti dogfish. Selain spesies tersebut, White juga menemukan spesies lain dari genus Squalus.

Jenis Squalus formosus berbeda dengan lainnya karena karakteristik sirip tegak di bagian belakang, tulang yang kuat, serta kepala yang pendek dan bulat. Penemuan spesies ini adalah hasil penelitian mengoleksi ikan di pasar ikan secara sengaja. "Kami mengoleksi beberapa materi dan melihat apakah ada perbedaan dengan hiu yang ditangkap dari dekade sebelumnya," kata White seperti dikutip National Geographic, Kamis (1/9/2011).

Menurut White, spesies hiu ini tertangkap oleh nelayan sebagai hasil by catch (tangkapan sampingan) dari perikanan. Di pasar ikan, tak banyak orang yang mengenali perbedaan ciri spesies baru hiu ini dengan hiu lainnya. Soal, rasa, belum bisa diketahui sebab peneliti belum mencicipinya.

"Spesies dari golongan yang sama di Indonesia dikeringkan dan diasinkan untuk konsumsi manusia, sementara siripnya digunakan untuk bahan baku sup. Namun, hal ini tak langsung merefleksikan apa yang terjadi di Taiwan," kata White.

White mengatakan, saat ini diketahui bahwa spesies hiu baru ini hanya tersebar di Taiwan dan Jepang. Kemungkinan untuk ditemukan di wilayah lain sangat kecil sebab genus Squalus umumnya memiliki persebaran yang sempit.

White menambahkan, mengetahui jangkauan persebaran spesies sangat penting sehingga "kesehatan" populasi suatu spesies dapat diketahui. Pada hiu, pemantauan perlu dilakukan sebab merupakan salah satu jenis yang paling diburu dan berpotensi by catch tinggi.

Penemuan spesies ini dipublikasikan di Journal of Fish Biology, Jumat (26/8/2011). Hiu adalah spesies dengan tingkat reproduksi yang tergolong rendah sehingga akan sangat rentan karena overfishing. "Jadi, secara pribadi saya memilih untuk tidak memakannya," katanya. 



READ MORE - SPESIES HIU BARU, DITEMUKAN DI PASAR IKAN

MENGELOLA DAYA LENTING TERUMBU KARANG DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM

Kamis, Agustus 25, 2011

Meningkatnya ancaman terhadap terumbu karang di regional Bali dan Lombok, khususnya terkait Perubahan Iklim menuntut para pengelola terumbu karang berpacu dengan waktu dalam pengelolaan terumbu karang di daerah kelola terumbu karang masing-masing. Pada kesempatan ini para pengelola belajar untuk menggunakan faktor-faktor kelentingan terumbu karang dalam pertimbangan pengelolaan terumbu karang. Hal itulah yang dipelajari pada materi “Workshop Kelentingan Terumbu Karang dan Perubahan Iklim”, di Amed – Bali.

Workshop yang diadakan pada tanggal 27-29 Juli 2011 ini diselenggarakan oleh Reef Check Indonesia (RCI) berkolaborasi The Coral Reef Alliance (CORAL), The Nature Conservancy (TNC) dan National Atmospheric Administration (NOAA) Coral Reef Watch Program.

Peserta berasal dari perwakilan 2 (dua) regional Kawasan Segitiga Karang, regional Bali dan regional Lombok. Masing-masing diwakili oleh daerah terumbu karang Buleleng (Bali Utara), Karangasem (Bali Timur) dan Gili – Lombok. Tujuan dari workshop ini ialah memperlengkapi kapasitas para pengelola terumbu karang untuk mengimplementasikan secara praktis strategi pelestarian dengan melibatkan pertimbangan daya lenting kawasan.

Nyoman Sugiartha, peserta dari Bali Utara (Daerah Pengelolaan Laut – Bondalem), menyatakan bahwa workshop ini menyediakan kesempatan yang langka dan sangat berharga baginya untuk bisa bertukar pengalaman dan pembelajaran dengan peserta dari kawasan terumbu yang lain. “Mendengar bagaimana pengelolaan terumbu di Gili – Lombok oleh Gili Ecotrust bersama BKKPN. Hal itu semakin memotivasi saya untuk memulai hal serupa di tempat saya”, jelas pria yang juga berprofesi sebagai Pecalang Segara dan Kepala Keamanan sebuah Bungalow ini.

Selama 2 hari peserta diajak untuk bertukar pikiran dan pengalaman mengelola terumbu karang. Kombinasi antara presentasi, sharing dan kerja kelompok membuat para peserta bebas untuk memberi masukan bagi pengelolaan terumbu yang tepat. ” Untuk sebuah masalah dalam pengelolaan, saya mendapat banyak masukan dan ilmu dari teman-teman dari daerah lain, walaupun strategi/pendekatan pengelolaan yang dilakukan dalam menanganinya cenderung bervariasi antara wilayah satu dengan yang lain” jelas Ketut Anis ”Tetapi itu (masukan dan ilmu dari tempat lain) adalah hal yang sangat berharga bagi kami”.

Materi disampaikan oleh Derta Prabuning (RCI), Naneng Setiasih (CORAL Coral Triangle), dan Jensi Sartin (RCI – Direktur). Materi yang disampaikan bervariasi mulai dari teori iklim dan pemutihan karang, peringatan dini, praktikal implementasi hingga bagaimana mengkomunikasikan kepada publik.

Hal menarik dan yang membedakan workshop ini ialah kehadiran peserta yang bukan ber-latar-belakang disiplin ilmu Kelautan, Biologi, Ekologi maupun Terumbu Karang. Mereka adalah Praktisi Lapangan, Nelayan, dan tidak jarang mereka adalah Pecinta Terumbu Karang yang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan formal. Kondisi ini bukannya membuat workshop tidak kondusif, tetapi malah menambah arti pentingnya melibatkan semua sektor dan kalangan masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang di daerah kelola terumbu karang masing-masing.

Sumber : Go Blue Indonesia

READ MORE - MENGELOLA DAYA LENTING TERUMBU KARANG DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM

PENYAKIT MANUSIA MULAI MENULARI TERUMBU KARANG

White Pox Desease - Pada Terumbu Karang

Berbagai penyakit seperti HIV/AIDS dan flu burung awalnya berasal dari kehidupan liar kemudian menular ke manusia. Namun dalam kasus terbaru, penyakit manusia justru menulari kehidupan liar dan membunuh salah satu spesies terumbu karang.

Baru-baru ini, para ilmuwan dari University of Georgia mengungkap penyebab kematian spesies terumbu karang Tanduk Rusa (Elkhorn) di perairan Karibia. Penyebabnya adalah bakteri Serratia marcescens yang lebih sering ditemukan di tubuh manusia.

Pada manusia, bakteri ini merupakan pemicu berbagai masalah infeksi seperti di salurahn napas, luka terbuka dan saluran kemih. Bakteri ini menyebar dan menulari manusia lain melalui kotoran dan air kencing dari orang-orang yang sudah terinfeksi.

Salah seorang ilmuwan yang terlibat dalam penelitian itu, James Porter mengatakan bahwa selama ini infeksi bakteri Serratia marcescens hanya terjadi pada manusia. Karena itu sangat mengejutkan jika ternyata bakteri ini juga menjangkiti terumbu karang Tanduk Rusa.

Porter mengatakan, bakteri Serratia marcescens menyebabkan penyakit White Pox pada terumbu karang Tanduk Rusa dan menyebabkan kematian. Infeksi bakteri ini ditandai dengan munculnya bercak keputihan, yang lama-kelamaan membuat jaringan terumbu karang berlubang dan kelihtan rangkanya.

Penyebab infeksi White Pox pada terumbu karang dipastikan berasal dari manusia, karena bakteri Serratia marcescens tidak ditemukan pada spesies makhluk hidup yang lain. Bahkan menurut Porter, siput-siput perusak terumbu karang tidak memiliki bakteri ini.

Diyakini, bakteri ini ditularkan oleh manusia ke terumbu karang melalui kotoran dan air kencing. Di kepulauan sekitarnya, sanitasi dan saluran pembuangan kotoran tidak terkelola dengan baik sehingga mencemari perairan dan akhirnya menulari terumbu karang.

Berdasarkan pemuan itu, Porter menyimpulkan bahwa penyakit pada manusia turut memicu kerusakan terumbu karang yang mencapai 50 persen dalam 15 tahun terakhir. Dikutip dari LiveScience, Senin (22/8/2011), laju kerusakan paling tinggi dialami terumbu karang Tanduk Rusa yakni 90 persen.

Terumbu karang Tanduk Rusa atau Elkhorn merupakan spesies terumbu karang yang ukurannya sangat besar dan bisa tumbuh hingga mencapai 2 meter. Sesuai namanya, bentuknya sangat mudah dikenali karena memiliki banyak cabang dan melebar seperti tanduk rusa.

READ MORE - PENYAKIT MANUSIA MULAI MENULARI TERUMBU KARANG

 
 
 

TENTANG FORKOM

FORKOM KOMUNIKASI MASYARAKAT PENCINTA TERUMBU KARANG merupakan wadah komunikasi diantara masyarakat dalam upaya meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya pelestarian ekosistem terumbu karang, COREMAP dengan komponen penyadaran masyarakat telah berupaya mengkampanyekan berbagai program kepada masyarakat luas. Selengkapnya

TRANSLATE POST

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Forkom Komunitas