Di manakah ikan berumah? Orang akan dengan mudah menjawab di laut, atau lebih umum lagi di air. Tapi di bagian manakah di laut? Banyak yang tidak menyadari atau tidak mengetahui, termasuk kaum nelayan sendiri, Tuhan menciptakan terumbu karang di laut dengan salah satu manfaatnya menjadi semacam tempat tinggal bagi ikan.
Di terumbu karang itulah, yang sebetulnya juga merupakan makhluk hidup yang terbentuk dari binatang-binatang karang atau planula yang telah mengalami proses pengerasan atau pengapuran selama bertahun-tahun, ikan-ikan bertelur dan berbiak. Tidak aneh, dari 1 km2 terumbu karang yang sehat, dapat diperoleh 20 ton ikan yang cukup untuk memberi makan 1.200 orang di wilayah pesisir setiap tahun (Burke et al., 2002).
Beruntunglah nelayan Kendal yang masih memiliki ”harta karun” kawasan terumbu karang seluas 13,7 hektar yang berada di Karang Kelop, Rome-rome, Tandes dan Karang Jahe. Untuk menyelamatkan harta karun itu, pada 11 Oktober 2009 penulis bersama tim dari Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kendal melakukan ”Reef Check Day”.
Lewat Reef Check Day ini, dilakukan penyelaman dan pemantauan terumbu karang yang meliputi 3 (tiga) hal utama, yaitu kondisi substrat, kondisi ikan indikator, kondisi invertebrata indikator, serta dampak aktifitas manusia terhadap terumbu karang.
Dari hasil reef check ini, pihak-pihak terkait seyogianya duduk bersama mendiskusikan tentang masa depan terumbu karang yang merupakan aset dan gantungan hidup bersama. Dalam diskusi, dibedah tentang fakta kerusakan dengan faktor-faktor penyebabnya, kemudian masing-masing sepakat siapa melakukan apa.
Penyebab Kerusakan Secara umum kehidupan terumbu karang Indonesia, memang telah cedera berat, lebih dari 71 persen dari 65.000 km persegi habitat terumbu karang Indonesia dalam kondisi rusak berat.
Padahal dari 1 km persegi habitat terumbu karang yang baik dapat menghasilkan ikan 15-30 ton per tahun. Berdasarkan perhitungan Bank Dunia, Indonesia kehilangan potensi laut Rp 6,5 triliun per tahun gara-gara kehancuran habitat penghuni dasar laut ini.
Inilah kenapa, kerusakan terumbu karang alami yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan proses alam sendiri telah menjadi perhatian serius.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa kerusakan terumbu karang alami dapat terjadi oleh beberapa sebab di antaranya, aktivitas rekreasi pantai, pengendapan lumpur, penyaluran kotoran ke laut, masuknya nutrien yang melebihi ambang batas serta oleh kelebihan tangkapan ikan suatu perairan (overfishing).
Jika spesies dan kepadatan ikan pemakan algae mengalami penurunan, maka akan berakibat pada pertumbuhan algae yang lebih cepat dan akan menutupi terumbu karang. Merangkul Nelayan Terumbu karang sangat besar perannya sebagai tempat bagi banyak spesies ikan untuk bertumbuh kembang. Menyelamatkan terumbu karang, berarti menjaga ketersediaan ikan bagi kelangsungan kehidupan.
Aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan yang banyak dilakukan nelayan, termasuk nelayan Kendal, diakui mengakibatkan terumbu karang rusak, bahkan mati. Padahal, kerusakan dan matinya terumbu karang merupakan lonceng kematian bagi spesies ikan di dalamnya.
Lihat saja pengakuan Tanoyo (55), nelayan Kendal yang kini ”dirangkul” Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan, adalah satu dari sekian nelayan Kendal yang sekitar 10 tahun lalu menggunakan jaring cantrang untuk mencari ikan.
Dengan jaring cantrang, kakek satu cucu ini mengakui, hasil laut yang diperoleh jauh lebih besar daripada hanya mengandalkan alat tangkap tradisional, seperti pancing rawai.
Nelayan seperti Tanoyo memang tidak paham jika menangkap ikan menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan dapat membahayakan terumbu karang, yang berakibat mengurangi ketersediaan ikan. Bagi mereka, selama hasil tangkapan ikan melimpah, segala cara akan ditempuh.
Kesadaran pentingnya kelestarian terumbu karang yang menjadi ”rumah” bagi ratusan jenis ikan baru timbul sejak Tanoyo dirangkul sebagai ketua kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas).
Perlahan tetapi pasti, Tanoyo paham bahwa mengelola terumbu karang dengan baik dan berkesinambungan menjadi hal penting demi keberlanjutan kehidupan masyarakat Kendal yang mengandalkan hidup dari laut.
Sebagai motivator, kini Tanoyo aktif memotivasi nelayan Kendal untuk menghentikan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan.
Kesadaran akan pentingnya kelestarian terumbu karang ditularkan Tanoyo kepada nelayan lainnya. Ya, kerja keras untuk membangun kesadaran nelayan agar terlibat dalam penyelamatan terumbu karang memang masih panjang. (35)
—Joko Suprayoga, PNS di Dinas Peternakan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Kendal
Sumber : Suara Merdeka, edisi 16 Oktober 2009
0 komentar:
Posting Komentar