Salah seorang di antara delapan penerima penghargaan Wanita Terinspiratif 2010 dari Ibu Negara Any Yudhoyono pada 30 April lalu adalah Deny Hidayati. Peneliti LIPI itu telah bekerja keras membuat buku serial pesisir-laut untuk siswa SD sampai SMA.
KETIKA menceritakan pengalamannya menerima penghargaan dari ibu negara di Plaza Senayan itu, wajah Deny Hidayati berbinar. Dia terpilih sebagai Wanita Terinspiratif kategori pendidikan.
''Saya terima kabar lewat telepon. Diberi tahu bahwa saya masuk dalam jajaran calon penerima penghargaan Wanita Terinspiratif 2010,'' katanya ketika ditemui di kantornya, Pusat Penelitian Kependudukan (P2K) LIPI, Kamis lalu (6/5). ''Saya kaget,'' tambahnya.
Wanita berambut sebahu itu sama sekali tidak menyangka menjadi salah seorang peraih penghargaan. Namun, dia bangga. Sebab, peraih penghargaan tersebut diseleksi dari 100 wanita dari seluruh wilayah di Indonesia, kemudian diciutkan menjadi 39 orang.
Penghargaan dibagi menjadi delapan kategori. Salah satunya kategori pendidikan. Informasi tersebut, kata perempuan berkacamata itu, sangat kurang. ''Kan saya juga pengen tahu, kenapa kok saya yang dipilih dari kategori pendidikan. Siapa tahu, ada yang lebih hebat dan berprestasi. Seperti yang kita tahu, populasi wanita di Indonesia itu lebih dari 50 persen,'' paparnya.
Dia mengaku minder ketika disandingkan dengan tujuh pemenang penghargaan lainnya. ''Bayangkan, ada yang berdedikasi dan punya prestasi hebat di bidang lingkungan. Ada juga seorang bidan yang concern dengan autisme. Mereka semua hebat-hebat,'' ujarnya.
Namun, Deny juga hebat. Perempuan kelahiran 11 April 1967 itu mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk mengam panyekan pelestarian lingkungan, khususnya habitat dan ekosistem laut. Lewat jalur edukasi, dia beserta timnya membuat serial buku pesisir dan laut untuk tingkat SD, SMP, serta SMA. Berkat kiprahnya itu pula, tahun lalu Deny juga meraih Indonesia Berprestasi Award.
Paket bukunya yang diberi nama Serial Buku Pesisir dan Laut Kita merupakan buku pendidikan kelautan terlengkap di Indonesia saat ini. Semua buku tersebut telah divalidasi Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (Puskur Kemendiknas). ''Tujuan validasi adalah agar buku tersebut bisa diimplementasikan di sekolah-sekolah kawasan pesisir yang menjadi target kami,'' jelas Deny.
Selain menyusun buku paket, dia merancang pelatihan untuk guru-guru di kawasan pesisir. Sebab, mayoritas guru di daerah tersebut tidak punya bekal pengetahuan yang cukup tentang kelautan.
Mengapa memilih menggarap pesisir? ''Minimnya informasi dan pengetahuan tentang potensi daerah pesisir bakal berakibat pada perusakan habitat dan ekosistem laut,'' kata sarjana pertanian itu.
Perempuan 49 tahun tersebut mulai concern terhadap pendidikan wilayah pesisir pada pertengahan 1990-an. Dia bersama timnya di LIPI menggarap program nasional penyelamatan terumbu karang di Indonesia, Coremap (Coral Reef Rehabilitation and Management Program). Kala itu, yang menjadi prioritas adalah penyadaran ma syarakat (public awareness).
Deny beserta timnya giat mengampanyekan pelestarian terumbu karang lewat media. Salah satunya melalui iklan layanan masyarakat. Fase pertama Coremap selesai pada akhir 1990-an. Fase kedua tidak lagi ditangani LIPI, melainkan dialihkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. LIPI kembali melakukan fungsi penelitian dan penyedia informasi.
Berkaca pada fase pertama, wanita asli Palembang, Sumatera Selatan, itu menilai target penyadaran masyarakat cukup berhasil. Iklan layanan masyarakat besutan LIPI banyak dikenal. Bahkan, tim LIPI berhasil mendapatkan penghargaan internasional atas program public awareness tersebut.
Namun, program itu tidak memberikan efek kesadaran yang berlangsung lama. ''Waktu ada iklan, ingat. Tapi, setelah iklannya tidak tayang lagi, ya lewat begitu saja,'' ujar Deny.
Karena itu, dia memilih jalur edukasi sebagai cara paling tepat untuk membuat program penyadaran masyarakat berkesinambungan.
Alumnus The Australian National University itu membidik sekolah. ''Program akan sustained kalau masuk jaringan sekolah,'' ungkap Deny yang mempelajari ilmu ekologi manusia untuk pendidikan S-3-nya itu.
Tidak menunggu lama, begitu fase pertama program berakhir, Deny yang menjabat koordinator edukasi Coremap tersebut bersama timnya merancang program pelatihan bagi para guru di kawasan pesisir. Program itu berjalan, namun belum merata. ''Selain belum sistematis, materinya masih sporadis,'' jelas wanita yang tinggal di kawasan Benhil itu.
Dia lantas menggandeng rekan-rekannya di Pusat Penelitian Oceanografi. Sebab, Deny bukan ahli kelautan. Dia adalah seorang insinyur pertanian. Bersama rekan-rekannya, dia merancang pelatihan untuk guru dengan materi yang lebih padat serta lengkap.
Inti pelatihan pendidikan kelautan, selain materi, adalah proses pembelajaran yang menye nangkan (joyful learning). ''Jadi, kami merancang materi dan cara mengajar yang menye nangkan. Dengan demikian, murid tidak mudah bosan karena pembelajaran kebanyakan dilakukan di luar ruangan dengan memanfaatkan benda sekitar,'' paparnya.
Setelah paket pelatihan guru, Deny langsung beralih pada paket buku yang digunakan para murid. Awal 2000, dia mulai membuat buku. Agar bisa diimplementasikan di sekolah, buku-buku tersebut divalidasi oleh Puskur Kemendiknas.
Pada 2006, Deny dan timnya me-launching paket serial Buku Pesisir dan Laut Kita untuk tingkat SD lengkap dengan buku panduan gurunya. Disesuaikan dengan usia anak SD, buku itu dibuat semenarik mungkin de ngan warna-warna cerah serta ilustrasi yang beragam. Dua tahun kemudian, giliran paket buku SMP dan SMA dirilis. Pada 2010, Deny merilis buku-buku tambahan semacam glossary.
Semua buku tersebut bisa diperoleh secara gratis, tapi khusus untuk daerah pesisir. ''Untuk Indonesia Timur, ada tujuh kabupaten, sedangkan di Indonesia Barat delapan kabupaten. Semua sudah mendapat pelatihan dan menerima paket buku tersebut,'' jelasnya.
Kini, paket buku itu diserahkan sepenuhnya kepada Kemendiknas. Paket buku tersebut tidak dijual bebas. Karena itu, Deny berharap ada tindak lanjut dari Kemendiknas. ''Ya mungkin diterbitkan dalam bentuk e-book atau semacamnya,'' katanya.
Deny bersyukur kini mulai banyak sekolah di kawasan pesisir yang mengajukan permohonan pelatihan pendidikan kelautan. Bahkan, di beberapa kabupaten, pendidikan kelautan sudah menjadi mata pelajaran muatan lokal. ''Saya yakin, ke depan semakin banyak kaum akademisi di kawasan pesisir yang sadar akan kebutuhan edukasi tentang kelautan,'' ujarnya. (*/c5/cfu)
Source : http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=132854
0 komentar:
Posting Komentar