Workshop yang diadakan pada tanggal 27-29 Juli 2011 ini diselenggarakan oleh Reef Check Indonesia (RCI) berkolaborasi The Coral Reef Alliance (CORAL), The Nature Conservancy (TNC) dan National Atmospheric Administration (NOAA) Coral Reef Watch Program.
Peserta berasal dari perwakilan 2 (dua) regional Kawasan Segitiga Karang, regional Bali dan regional Lombok. Masing-masing diwakili oleh daerah terumbu karang Buleleng (Bali Utara), Karangasem (Bali Timur) dan Gili – Lombok. Tujuan dari workshop ini ialah memperlengkapi kapasitas para pengelola terumbu karang untuk mengimplementasikan secara praktis strategi pelestarian dengan melibatkan pertimbangan daya lenting kawasan.
Nyoman Sugiartha, peserta dari Bali Utara (Daerah Pengelolaan Laut – Bondalem), menyatakan bahwa workshop ini menyediakan kesempatan yang langka dan sangat berharga baginya untuk bisa bertukar pengalaman dan pembelajaran dengan peserta dari kawasan terumbu yang lain. “Mendengar bagaimana pengelolaan terumbu di Gili – Lombok oleh Gili Ecotrust bersama BKKPN. Hal itu semakin memotivasi saya untuk memulai hal serupa di tempat saya”, jelas pria yang juga berprofesi sebagai Pecalang Segara dan Kepala Keamanan sebuah Bungalow ini.
Selama 2 hari peserta diajak untuk bertukar pikiran dan pengalaman mengelola terumbu karang. Kombinasi antara presentasi, sharing dan kerja kelompok membuat para peserta bebas untuk memberi masukan bagi pengelolaan terumbu yang tepat. ” Untuk sebuah masalah dalam pengelolaan, saya mendapat banyak masukan dan ilmu dari teman-teman dari daerah lain, walaupun strategi/pendekatan pengelolaan yang dilakukan dalam menanganinya cenderung bervariasi antara wilayah satu dengan yang lain” jelas Ketut Anis ”Tetapi itu (masukan dan ilmu dari tempat lain) adalah hal yang sangat berharga bagi kami”.
Materi disampaikan oleh Derta Prabuning (RCI), Naneng Setiasih (CORAL Coral Triangle), dan Jensi Sartin (RCI – Direktur). Materi yang disampaikan bervariasi mulai dari teori iklim dan pemutihan karang, peringatan dini, praktikal implementasi hingga bagaimana mengkomunikasikan kepada publik.
Hal menarik dan yang membedakan workshop ini ialah kehadiran peserta yang bukan ber-latar-belakang disiplin ilmu Kelautan, Biologi, Ekologi maupun Terumbu Karang. Mereka adalah Praktisi Lapangan, Nelayan, dan tidak jarang mereka adalah Pecinta Terumbu Karang yang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan formal. Kondisi ini bukannya membuat workshop tidak kondusif, tetapi malah menambah arti pentingnya melibatkan semua sektor dan kalangan masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang di daerah kelola terumbu karang masing-masing.