SAMPAH PLASTIK ANCAM KEHIDUPAN PAUS

Kamis, Juli 14, 2011

Jutaan ton sampah plastik yang dibuang ke laut tiap tahunnya menghadirkan ancaman serius bagi paus. Detail dari kesimpulan itu akan diungkapkan dalam sebuah forum kelautan internasional yang berlangsung pada 11 hingga 14 Juli 2011 di Jersey, Inggris.

Sebagai contoh, pada 2008, dua paus sperma yang terdampar di pesisir California, AS, memiliki 205 kilogram jaring ikan dan serpihan sampah plastik dalam tubuhnya. Seekor di antaranya memiliki perut yang rusak. Seekor lainnya, dalam kondisi kelaparan, memiliki banyak sampah plastik yang menghalangi saluran pencernaannya.

Tujuh paus sperma yang terdampar di selatan Italia pada tahun 2009 juga didapati telah menelan kail, tali, dan obyek-obyek plastik lainnya. Seekor paus lain, yang ditemukan tewas di perairan Perancis pada 2002, bahkan telah menelan hampir satu ton sampah, termasuk kantong plastik dari dua supermarket terkenal di Inggris.

"Paus Cuvier di kawasan utara Atlantik tampaknya yang paling sering didapati menelan dan mati karena kantong plastik," kata Mark Simmonds, anggota Scientific Committee of the International Whaling Commission (IWC) yang menuliskan laporan tersebut.

Sayangnya, peneliti kesulitan untuk memastikan seluruh populasi paus yang terancam oleh masalah ini. "Di banyak kawasan di dunia, bangkai paus yang terdampar tidak dicatat dan diperiksa. Sayangnya, di kawasan tempat paus yang terdampar dicatat, pemeriksaan terhadap benda-benda yang ditelan jarang dilakukan," kata Chris Parsons, biolog kelautan dari George Mason University, Virginia, AS.

Para pakar menyebutkan, sebagian besar paus yang mati akibat menelan sampah atau alat-alat penangkap ikan umumnya tenggelam ke dasar laut.

Meski jarang didata, terdapat bukti-bukti bahwa sampah plastik di laut bisa membahayakan paus. Peneliti menyebutkan bahwa bukti-bukti ini perlu segera diselidiki lebih lanjut.

"Kami belum mengetahui sampah laut berada di peringkat berapa dalam daftar ancaman dibandingkan ancaman lain. Namun, dengan semakin banyaknya sampah di samudra, sampah plastik akan menjadi ancaman yang semakin besar," kata Simmonds.

READ MORE - SAMPAH PLASTIK ANCAM KEHIDUPAN PAUS

RAHASIA PAUS MASIH SELAMAT DARI KEPUNAHAN

Kolaborasi antara peneliti dari University of California in Berkeley (UCB) dan Smithsonian Institution menemukan bahwa paus abu-abu berhasil melewati siklus pemanasan global dan pendinginan global di masa lampau karena mereka mengubah pola makan. Saat kehidupan mereka terancam, hewan ini menyantap makanan yang lebih bervariasi daripada biasanya. Ini membuat mereka mampu bertahan hidup dan terhindar dari kepunahan seperti banyak spesies hewan lain.

Dari penelitian, diperkirakan paus abu-abu (Eschrichtius robustus) telah menggunakan taktik pengubahan pola makan ini selama beberapa juta tahun belakangan. Meski bukti-bukti langsung yang didapat hanya mencakup 120.000 tahun terakhir, peneliti yakin kesimpulan ini berlaku pula di masa sebelumnya.

Sebagai informasi, makanan asli paus abu-abu adalah cacing dan sejenis amphipods yang tinggal di dasar laut. Namun, kini hewan itu mulai memakan krill dan ikan haring, sama seperti paus balin. "Strategi ini terbukti berhasil membuat mereka berevolusi dan bertahan terhadap pemanasan global," kata David Lindberg, biolog dari UCB.

Temuan ini merupakan kabar gembira bagi paus abu-abu yang tampak memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap evolusi dibanding perkiraan sebelumnya.

"Ini bisa membuat mereka melewati perubahan iklim yang diprediksi akan terjadi dalam beberapa abad ke depan yang ditandai dengan kenaikan ketinggian air laut sebanyak beberapa meter," kata Nicholas Pyenson, kurator dari Smithsonian Institution. "Kelihatannya, paus abu-abu akan menjadi salah satu spesies yang akan berhasil melewati perubahan iklim yang akan datang," ucap Pyenson.

READ MORE - RAHASIA PAUS MASIH SELAMAT DARI KEPUNAHAN

PERUBAHAN IKLIM MENGUBAH EKOSISTEM

Perubahan iklim membuat perubahan besar dalam ekosistem, seperti perubahan siklus hidup tumbuhan dan hewan dan peningkatan level permukaan laut. Demikian hasil penelitian yang disampaikan oleh Patrick Gonzales, US National Park Service dalam presentasi "Discovering Ways to Vulnerable Ecosystems Adapt to Impacts of Climate Change" pada 2011 Indonesian-American Kavli Frontiers of Science Symposium, Sabtu (9/7/2011) di Bogor.

Ia menjelaskan, perubahan iklim menggeser waktu vegetasi berbunga serta migrasi hewan. Peristiwa-peristiwa secara tidak langsung memengaruhi siklus hidup tumbuhan dan hewan, dan pada akhirnya, memengaruhi kelangsungan ekosistem.

"Indikasi dari perubahan iklim juga terdeteksi menggandakan kematian pohon di Amerika Serikat selama 1955 hingga 2007," jelasnya. "Dampak besar lainnya, kenaikan temperatur dan ketinggian permukaan laut," tambah Gonzales.

Penelitian Gonzales mengamati berbagai wilayah di seluruh dunia ini. Pada sejumlah area yang ekosistemnya mengalami perubahan besar, menurutnya, "Lebih terkait karena faktor perubahan iklim daripada faktor-faktor lain."

Riset ini, menurut Gonzales, diharapkan dapat menyediakan informasi dan data yang bisa dipakai sebagai rujukan dalam mengelola metode-metode adaptasi terhadap perubahan ini. "Saat tidak memungkinkan lagi, relokasi diperlukan," katanya.

READ MORE - PERUBAHAN IKLIM MENGUBAH EKOSISTEM

DUA KERANG RAKSASA DITEMUKAN DI SULAWESI

Konservasi Taman Laut Kima Toli-toli Kerang raksasa langka spesies Tridacna rosewateri yang ditemukan di perairan Sulawesi Tenggara oleh pihak Konservasi Taman Laut Kima Toli-Toli, beberapa waktu lalu. Selain T rosewateri, ditemukan juga Tridacna tevoroa. Kedua jenis kima ini sebelumnya tidak tercatat hidup di perairan Indonesia.

Dua spesies kerang raksasa alias kima langka ditemukan di perairan Sulawesi Tenggara. Jika terverifikasi, maka temuan ini menjadikan Indonesia satu-satunya negara tempat habitat hidup kesembilan spesies kima di dunia.

Kedua spesies baru itu adalah Tridacna tevoroa dan Tridacna rosewateri yang ditemukan dan diidentifikasi oleh kelompok swadaya Konservasi Taman Laut Kima Toli-Toli di Kecamatan Lalonggasumeeto, Konawe, Sulawesi Tenggara.

Sementara itu, jenis kima yang selama ini diketahui hidup di perairan Indonesia adalah Tridacna gigas, T maxima, T derasa, T squamosa, T crocea, Hippopus-hippopus, dan Hippopus porcellanus. Ketujuh jenis kima itu masuk kategori satwa yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999.

"Kami sebenarnya menemukan kedua kima sejak memulai konservasi setahun lalu. Awalnya kami pikir keduanya jenis yang sudah ada. Namun, setelah diamati saksama, ternyata ciri-ciri fisiknya berbeda," kata Habib Nadjar Buduha, Ketua Konservasi Taman Laut Kima Toli-toli, Minggu (3/7/2011).

Setelah melakukan riset melalui berbagai sumber internet dan publikasi penelitian ahli kelautan dunia, Habib menyimpulkan, ciri kedua kima serupa dengan spesies Tridacna tevoroa dan Tridacna rosewateri. Selama ini, T tevoroa hanya ditemukan di Kepulauan Fiji dan Tonga di Pasifik. Adapun T rosewateri hanya ditemukan di Mauritius dan Madagaskar. Belum tahu bagaimana mereka bisa ditemukan di perairan Sulawesi.

Kima merupakan kerang laut besar. Ukurannya bervariasi, mulai dari sekepal tangan orang dewasa hingga sepanjang 1,3 meter dan berat 250 kg. Populasi kima kian langka akibat perburuan besar-besaran sebagai makanan dan hiasan.

READ MORE - DUA KERANG RAKSASA DITEMUKAN DI SULAWESI

 
 
 

TENTANG FORKOM

FORKOM KOMUNIKASI MASYARAKAT PENCINTA TERUMBU KARANG merupakan wadah komunikasi diantara masyarakat dalam upaya meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya pelestarian ekosistem terumbu karang, COREMAP dengan komponen penyadaran masyarakat telah berupaya mengkampanyekan berbagai program kepada masyarakat luas. Selengkapnya

TRANSLATE POST

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Forkom Komunitas